Jakarta, (Antaranews Bali) - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto membeberkan sejumlah strategi pemerintah dalam mengatasi defisit migas pada neraca perdagangan.
"Strateginya setidaknya ada empat yang tengah dipersiapkan," kata Djoko di Gedung Kementerian ESDM Jakarta, Rabu malam.
Pertama adalah mengenai kebijakan penggunaan campuran biodiesel B20 di setiap SPBU Pertamina. Kedua, membeli crude bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Jadi kalau B20 sukses kita tidak akan mengeluarkan dolar untuk membeli impor kan, begitu pula bagian KKKS," jelasnya.
Selanjutnya, yang ketiga adalah memaksimalkan penggunaan produk dan jasa dalam negeri (TKDN) dalam setiap pengembangan proyek Migas.
Keempat adalah L/C (Letter of Credit), semua perusahaan yang akan membeli produk di bidang energi baik itu batubara emas, dan yang lainnya itu harus bayar pakai LC di negeri ini, maka Indonesia akan dapat dolar.
"Yang buka LC di luar negeri, kita pindahkan ke dalam negeri. Artinya apa, kita akan banyak masuk uang dolar," katanya.
Sebelumya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan defisit neraca sektor minyak dan gas bumi pada 2018 lebih baik dibandingkan 2017.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan hingga triwulan kedua 2018, penerimaan negara dari lifting minyak dan gas mencapai 6,57 miliar dolar AS.
Sementara, nilai ekspor migas sampai dengan triwulan kedua 2018 mencapai 5,89 miliar dolar AS dan impor migas 12,73 miliar dolar AS.
"Dengan menjumlahkan penerimaan negara dan ekspor, lalu dikurangi impor, maka neraca sektor migas terdapat defisit hanya sebesar 0,27 miliar dolar AS," kata Arcandra.
Sedangkan, untuk perhitungan sepanjang 2017, angka defisit neraca sektor migas tercatat 1,55 miliar dolar AS dengan rincian penerimaan negara 9,92 miliar dolar AS, ekspor 10,8 miliar dolar AS, dan impor 22,27 miliar dolar AS.
"Dengan demikian, secara keseluruhan, angka defisit neraca sektor migas kita pada 2018 lebih baik sedikit dari 2017," tambahnya.
Arcandra juga mengatakan hingga saat ini minyak bumi masih menjadi salah satu penyumbang utama pendapatan negara.
Kemenkeu mencatat pada semester satu 2018, minyak bumi telah menyumbang 34 persen dari realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).