Surabaya (Antaranews) - Ledakan bom yang terjadi di tiga lokasi di wilayah Surabaya, Jawa Timur, Minggu, membuat warga Kota Pahlawan, khususnya generasi milineal kota itu, ramai membuat tanda pagar atau yang dikenal dengan istilah "Hastag" dengan kata #SuraboyoWani (Surabaya Berani) di beberapa akun media sosial, namun tercatat informasi bohong (hoax) dalam jumlah tidak sedikit.
Hastag lainnya, seperti #Surabayaaman, #Kamitidaktakut, #SurabayaMelawan hingga #TerorisJancuk juga banyak menghiasi beberapa layar media sosial seperti twitter, Instagram, hingga Facebook milik warga, sebagai simbol pembuktikan perlawanan masyarakat Surabaya kepada teroris di dunia maya.
Salah satu kicauan dari Aris Ernanto melalui akun twitternya @Arisern mengatakan, pengeboman di Surabaya dipastikan dilakukan oleh orang tidak beragama, karena orang yang beragama selalu menyebarkan kedamaian, dan turut berduka cita atas peristiwa. Dan diakhiri dengan #SuroboyoWani.
Sedangkan di Instagram, berdasarkan pantauan Antara, tagar #SurabayaWani sudah mencapai 1.056 kiriman, salah satunya dari akun @anisfauzi480 yang mengatakan bahwa agama tidak mengajarkan kita membunuh saudara sendiri, yang ditutup dengan #SurabayaWani, #surabayatidaktakutteroris dan #prayforsurabaya.
Sebelumnya, aksi mengutuk peristiwa ledakan bom di tiga tempat Surabaya itu juga datang dari berbagai kalangan, seperti organisasi kemasyarakat (ormas), pengusaha, masyarakat hingga akademisi.
Rektor ITS, Prof Joni Hermana, yang mengatakan sebagai bagian dari masyarakat akademik, ITS menyesalkan dan mengutuk keras segala bentuk tindakan teror, apapun motifnya karena hal itu bertentangan dengan ajaran agama manapun.
"Mari kita bersama-sama mendukung penuh segala upaya aparat keamanan dalam mengusut secara cepat dan mengambil tindakan pencegahan dengan tidak menyebarkan foto maupun gambar apapun yang berkaitan dengan korban, karena hal itu akan menjadi bentuk kampanye dari upaya-upaya tindakan para teroris tersebut," ujarnya.
Ia meminta, masyarakat Surabaya dan Jatim untuk menggalang solidaritas seluruh warga melalui berbagai cara, sebab kemerdekaan bangsa telah dibangun oleh perjuangan kepahlawanan Arek-arek Suroboyo.
"Jangan biarkan Surabaya dicederai dan dijajah kembali oleh kepentingan kelompok tertentu yang ingin memecah-belah bangsa. Mari kita galang solidaritas seluruh masyarakat Surabaya bahwa kita tidak takut terorisme," katanya, dalam keterangan persnya.
Sementara itu, aksi menyikapi tindakan kriminal teror bom di Surabaya bertajuk "Lilin Kebersamaan Suroboyo Wani !!" sedang berlangsung di Tugu Pahlawan sisi timur, depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Minggu malam.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara tercatat peredaran Isu Terorisme Pasca-Serangan Surabaya:.
1. Bom Di Halaman Mapolrestabes Surabaya – Benar
2. Bom di Duren Sawit, Gereja Paroki - Yayasan Santa Ana – HOAX
3. Bom di Bandara A. Yani Semarang – Setlah dilakukan pengamanan ternyata berisi ICU control GPS – Lifelink dari PT. Airindo Sakti. Tidak terbukti kebenarannya - HOAX
4. Bom di Dekat Satpas Colombo, Tanjung Perak, Sby – HOAX
5. Isu Penangkapan Teroris di Jedong, Urang Agung, Sukodon, Sidoarjo – Benar
Merupakan Upaya Penangkapan Budi Satriyo Sisa Pembesuk Napiter Dedi Rofaizal (Napiter Lapas Tulung Agung, Jaringan Abu Roban, MIB, Baiat ISIS), yang membesuk Bersama 2 pelaku Bom Surabaya lainnya.
6. Bom Meledak di Bank Prima Surabaya – HOAX
7. Peredaran pesan berantai mengatasnamakan BIN dan Densus 88 untuk menghindari sejumlah Mall – HOAX.
Di Medan (15/5) - Polrestabes Medan memastikan bahwa isu adanya ancaman bom di tiga Gereja yang berada di wilayah Sumatera Utara merupakan "hoax" atau informasi bohong.
"Setelah kita cek dan selidiki di lapangan, ternyata informasi tersebut tidak benar," ujar kata Kasat Reserse Kriminal Polrestabes Medan AKBP Putu Yudha Prawira kepada wartawan ketika dihubungi melalui telepon selular, Selasa malam.
Ia mengimbau warga masyarakat agar tetap menjaga kondusivitas Sumatera Utara (Sumut) dengan tidak memperkeruh suasana dan terpancing isu-isu yang tidak benar disiarkan di media sosial (medsos). "Masyarakat jangan terlalu mudah percaya dengan informasi di medsos," katanya. (ed)