Denpasar (Antaranews Bali) - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Bali bersama Otoritas Jasa Keuangan Pusat mengungkap kasus tindak pidana perbankan yang dilakukan Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat KS Bali Agung Sedana (BPR KS BAS) bernama Nyoman Supariani.
"Dirut BPR KS BAS atau sebagai pemegang saham sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan berkasnya sudah lengkap (P21) yang akan dilimpahkan ke Kejari Denpasar, Bali," kata Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Pusat, Irjen Pol Rokhmad Sunanto, di Mapolda Bali, Rabu.
Dalam pengungkapan kasus ini bersama pihak Polda Bali, pihaknya menjelaskan modus operandi yang digunakan Direktur BPR KS BAS adalah memberikan kredit kepada 54 nasabah dengan nilai total Rp24,225 miliar yang tidak sesuai prosedur pada Maret 2014 hingga Desember 2014.
Dalam kasus ini, Nyoman Supariani bekerja sama dengan Jalaludin selaku Dirut PT Indonesia Human Support Corporate (IHSC) sebagai penyalur tenaga kerja Indonesia agar bisa bekerja di Jepang yang saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Penyidik Polda Bali.
Rokhmad mengatakan, para nasabah yang tidak bisa membayar sejumlah uang untuk pemberangkatan ke Jepang oleh PT Indonesia Human Support Corporate (IHSC), diminta untuk menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dijaminkan ke PT BPR KS BAS untuk mendapat kredit pinjaman sesuai luas tanah yang dimiliki.
Namun, dalam prosesnya, pihak PT BPR KS BAS justru sudah mencairkan dana Rp24,225 miliar dengan menggunakan anggunan SHM milik 54 korban yang justru tidak jadi diberangkatkan ke Jepang.
"Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap 25 orang saksi, termasuk pegawai BPR KS BAS, notaris, debitur, pemilik, staf perusahaan IHSC dan dua orang ahli internal OJK dari Fakultas Hukum Universitas Udayana," katanya.
Pihak OJK juga sudah memeriksa tersangka dan melakukan penyitaan barang bukti berupa dokumen kredit dan kelengkapannya dengan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri Denpasar Bali.
"Sebanyak 54 orang nasabah yang dijanjikan Direkrut PT IHSC untuk menjadi tenaga kerja di Jepang rata-rata berasal dari Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana, Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur," katanya.
Sebelumnya, OJK melalui Keputusan Dewan Komisioner (KDK) Nomor KEP/202/D.03/2017 tentang pencabutan izin usaha PT BPR KS BAS yang beralamat di Jalan Raya Kerobokan Nomor 15Z, Kuta, Kabupaten Badung terhitung pada 3 November 2017.
Ia mengatakan, BPR tersebut telah masuk status bank dalam pengawasan khusus sejak 12 April 2017 dab sesuai ketentuan bahwa BPR KS BAS diberikan kesempatan 180 hari untuk melakukan upaya penyehatan. "Namun bank ini juga tidak dapat menjalankan semua arahan kami sehingga sudah kami tutup," katanya.
Sementara itu, Wakapolda Bali Brigjen Pol I Gede Alit Widana didampingi Wadir Reskrimum Polda Bali, AKBP Sugeng Sudarso, menambahkan kasus ini sedang dilakukan penyelidikan lebih mendalam terkait keterlibatan peran Dirut PT IHSC terkait adanya dugaan kasus penipuan, penggelapan, dan TPPU.
"Kami belum menetapkan Dirut PT IHSC sebagai tersangka dan kami mengimbau kepada warga yang yang merasa pernah mengalami penipuan oleh PT ISHC agar melapor kepada Polda Bali," ujar Gede Alit Widana. (WDY)