Denpasar (Antaranews Bali) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali merekomendasikan Universitas Udayana memberikan hukuman peringatan kepada salah satu guru besarnya karena dinilai melanggar independensi aparatur sipil negara terkait Pilkada Gubernur Bali 2018.
"Berdasarkan kajian yang kami lakukan, pemenuhan terhadap unsur-unsur pelanggaran dalam kegiatan itu memang tidak terpenuhi, tetapi kami mengingatkan Unud agar mengelola kegiatan secara profesional, termasuk salah satu panelisnya dapat diberikan semacam warning atau peringatan," kata Ketua Bawaslu Provinsi Bali Ketut Rudia, di Denpasar, Rabu.
Tiga guru besar Fakultas Hukum Unud yang menjadi panelis dalam kegiatan uji publik yang menghadirkan dua Cagub Bali, sebelumnya telah dimintai klarifikasi oleh Bawaslu Bali, terkait pernyataan panelis yang menyebut salah satu pasangan calon peserta Pilkada layak menjadi Gubernur Bali.
Tiga panelis tersebut yakni Prof Dr Drs Yohanes Usfunan SH MHum, Prof Dr Made Subawa SH MS, dan Prof Dr I Wayan P Windia SH MSi. Selain itu, Bawaslu Bali juga meminta klarifikasi Wakil Dekan III Fakultas Hukum Unud Dr I Gede Yusa dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unud I Putu Candra Riantama dan dua moderator dalam kegiatan tersebut.
Menurut Rudia, meskipun berdasarkan hasil klarifikasi yang dilakukan pada pihak-pihak terkait dalam acara yang berlangsung pada 22 dan 23 Maret lalu yang digelar BEM Fakultas Hukum Unud itu tidak terbukti adanya dugaan pelanggaran yang mengacu pada pasal 71 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, namun Bawaslu Bali tetap mengirimkan surat rekomendasi kepada Fakultas Hukum Unud.
Dalam rekomendasi tersebut, pada garis besarnya Bawaslu Bali menilai ada hal-hal yang kurang profesional dalam pelaksanaan uji publik tersebut.
"Oleh karena itu, kami mengingatkan Unud untuk lebih berhati-hati, karena kami melihat kegiatan itu tidak dikelola secara profesional. Dari sisi moderator, sepertinya juga ada ruang yang berbeda yang diberikan untuk kedua calon. Selain itu, alasan pendapat yang disampaikan para panelis lebih pada kajian akademis," ucap dia.
Menurut Rudia, meskipun dari kajian akademis, semestinya tidak boleh ada hal-hal yang seolah-olah memberikan dukungan politik kepada salah satu calon karena guru besar juga merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang harus menjaga netralitas.
Oleh karenanya, beranjak dari kasus di Unud tersebut, Bawaslu Bali mengingatkan institusi manapun agar melaksanakan kegiatan secara profesional, karena sensitivitas publik dalam pilkada ini sangat tinggi.
"Kami tidak ingin lembaga akademis tercoreng namanya, citranya menjadi tidak bagus, citra guru besar menjadi tercoreng. Kami memberikan ruang untuk klarifikasi," ujar Rudia. (WDY)