Denpasar (ANTARA) - Guru Besar Universitas Udayana (Unud) Bali Anak Agung Wiradewi Lestari mengungkap peran I Wayan Antara selaku Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Unud dalam menyiapkan draf tarif sumbangan pengembangan institusi (SPI).
Lestari mengatakan hal itu sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi dana SPI bagi mahasiswa baru jalur mandiri Unud Bali, dengan terdakwa mantan rektor Unud I Gde Nyoman Antara, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Selasa.
Di hadapan Majelis Hakim Agus Akhyudi dan kawan-kawan, Lestari menjelaskan awalnya dia diminta untuk masuk ke dalam tim untuk menyiapkan kajian berupa naskah akademik sebagai bahan pertimbangan penentuan tarif SPI di Unud.
Lestari, yang saat itu menjabat sebagai wakil dekan II Fakultas Kedokteran Unud, bersama wakil dekan II dari semua fakultas diminta segera menyelesaikan naskah akademis berisi usulan daftar SPI di universitas negeri lain yang telah menerapkan SPI.
Jaksa pun mengejar pernyataan itu dengan menanyakan siapa pihak yang menyuruh untuk segera menyelesaikan naskah akademis draf SPI tersebut.
"Siapa yang memerintahkan harus segera itu?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa.
Lestari menjawab bahwa saat itu pihak dari Biro Perencanaan dan Keuangan Unud yang meminta penyelesaian naskah tersebut.
"Pimpinan waktu itu, yang saya ingat dari BPKU (Biro Perencanaan dan Keuangan) yang dijabat I Wayan Antara. Artinya, dalam rapat itu, kami, tim, diminta untuk segera menyelesaikan usulan SPI," kata Lestari menjawab pertanyaan jaksa.
Lestari pun mengaku tidak mengetahui alasan penyusunan naskah akademis itu dipercepat.
Padahal, menurut Lestari, kurun waktu penyelesaian usulan tarif SPI itu ialah Januari hingga Desember 2018, sesuai dengan surat keputusan rektor Unud yang saat itu dijabat oleh Anak Agung Rakasudewi.
Naskah akademis soal tarif SPI itu pun diselesaikan tim hanya dalam hitungan pekan dan tanpa studi banding.
Lestari menjelaskan saat rapat bersama, yang dihadiri para wakil dekan II dari masing-masing fakultas, materi tentang besaran tarif SPI sudah ada dan bukan merupakan usulan dari tim bersangkutan.
JPU lalu menanyakan siapa yang menyiapkan materi itu.
"Staf dari BPKU. Jadi, mengenai angka-angka SPI, kami melihat di situ. Oh, ini SPI (Universitas) Airlangga, (Universitas) Brawijaya, dan seterusnya. Silakan mengusulkan tarif dan mungkin bisa jadikan ini sebagai dasar. Hanya seperti itu," jelas Lestari.
Dia menambahkan besaran tarif SPI dalam rujukan itu berlaku di tiga universitas negeri, yakni Universitas Brawijaya, Universitas Surabaya, dan Universitas Airlangga. Materi itu disiapkan oleh tim Biro Perencanaan dan Keuangan Unud dalam bentuk Power Point.
Lestari juga mengungkap tim penyusun naskah akademis tarif SPI Unud juga tidak mengetahui data asli dari laman universitas rujukan tersebut.
Jaksa lalu bertanya mengenai benchmarking yang dimaksud dalam rujukan SPI tersebut.
"Kalau benchmarking yang dimaksud (adalah) pergi kunjungan ke beberapa universitas, itu tidak ada. Kami diberikan data angka. Dalam naskah itu, kebetulan sudah ada angka-angkanya, ya, kami ikuti saja," ujar Lestari.
Baca juga: Saksi ungkap ada konflik internal Unud dalam pengambilan kebijakan penarikan SPI
Baca juga: Guru Besar Universitas Udayana mengaku tak tahu dasar hukum penarikan SPI
Baca juga: Jaksa: Kerugian negara akibat korupsi Rektor Unud capai Rp274 M