Denpasar (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Bali menyebut kerugian negara akibat perbuatan korupsi Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. I Nyoman Gde Antara mencapai Rp274 miliar lebih.
Di hadapan Ketua Majelis Hakim Agus Akhyudi dan anggota Putu Ayu Sudariasih, Gede Putra Astawa, Nelson, dan Soebekti di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa, JPU dalam dakwaannya menyatakan jumlah kerugian tersebut dihitung berdasarkan penerimaan SPI Unud Tahun Akademik 2018/2019 sampai 2020/2021, saat Prof. Antara sebagai Ketua Tim Penerimaan Maba Jalur Mandiri dan Tahun Akademik 2022/2023 saat Prof Antara menjadi Rektor sekaligus Penanggung Jawab Tim Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri.
"Dengan tidak sahnya penerimaan BLU (Badan Layanan Umum) Universitas Udayana Periode Tahun Akademik 2018/2019 hingga Tahun Akademik Tahun 2020/2021 saat terdakwa sebagai Ketua Tim Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Universitas Udayana dan Tahun Akademik 2022/2023 saat terdakwa selaku Rektor Universitas Udayana sekaligus Penanggung Jawab Tim Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Universitas Udayana menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp274.570.092.691 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," ungkap JPU dalam surat dakwaan yang dibacakan pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar.
Jumlah tersebut sebagaimana tercantum dalam Laporan Akuntan Publik atas Pemeriksaan Investigatif Universitas Udayana Provinsi Bali Tahun 2018 sampai dengan 2022 No. AUP-002/MTD/MLG/IX/2023 yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik Made Sudarma, Thomas dan Dewi.
Dana SPI yang terkumpul diketahui berasal dari 7.874 orang calon mahasiswa baru seleksi jalur mandiri yang dipungut tidak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.05/2015 dan PMK Nomor 95/PMK.05/2020, termasuk 347 orang calon mahasiswa baru yang memilih program studi yang berdasarkan surat keputusan rektor tidak dikenakan SPI tetapi diwajibkan membayar senilai Rp4.002.452.100.
Baca juga: Jaksa: Mobil Alphard hasil deposito SPI Unud dipakai keluarga rektor
JPU membeberkan uang SPI Udayana diendapkan di beberapa bank agar mendapat keuntungan di antaranya 15 kendaraan roda empat jenis Toyota Avanza, dua unit Toyota Innova, dan satu unit Toyota Alphard.
Atas perbuatannya tersebut, terdakwa yang berasal dari Desa Gulingan, Mengwi, Badung itu terancam pidana penjara selama 20 tahun.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa laki-laki kelahiran 7 Agustus 1964 itu dengan ancaman pidana sebagaimana diatur Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 serta Pasal 12 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan JPU, Prof Antara yang merupakan Doktor lulusan Nagaoka University of Technology, Jepang melakukan pungli dan penyimpangan pengelolaan dana SPI Unud bersama dengan saksi Nyoman Putra Sastra, I Ketut Budiartawan, dan I Made Yusnantara (berkas penuntutan secara terpisah) dan juga bersama dengan Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) serta Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P.
Baca juga: Jaksa ungkap dana SPI Unud Rp335 miliar diendapkan di beberapa Bank
Saat ini, Prof. Raka Sudewi, mantan Rektor Unud dan Prof. Rai Temaja masih menyandang status sebagai saksi.
Dalam dakwaannya jaksa menyatakan terdakwa selaku Ketua Tim Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Unud Tahun Akademik 2018/2019 sampai 2020/2021 dan sebagai Penanggung Jawab Penerimaan Maba Jalur Mandiri Unud Tahun Akademik 2022/2023, secara tanpa hak telah memungut sumbangan pengembangan institusi terhadap calon mahasiswa baru seleksi jalur mandiri yang dibuat seolah-olah sah.
“Padahal, sumbangan pengembangan institusi tersebut tidak termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 51/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata jaksa.
Jaksa menyebut Prof. Antara bersama tiga terdakwa lainnya membuat aplikasi penerimaan Maba seleksi jalur mandiri dan menginput Program Studi (prodi) serta nilai SPI yang tidak sesuai dengan SK Rektor Unud ke dalam laman website atau sistem pendaftaran penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri.
Beberapa program studi yang di-input dan dikenai pungutan tidak masuk dalam keputusan rektor yang muncul kemudian hari.