Denpasar (Antara Bali) - Kehadiran penjual eceran (ritel) modern di berbagai wilayah di Pulau Dewata hendaknya jangan dipandang negatif, namun dapat dijadikan sebagai pemicu dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan pasar tradisional.
Wakil Dekan bidang Akademik Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Dr Nyoman Mahendrayasa SE, MSi menyampaikan hal itu ketika membuka seminar "Peluang, Tantangan, dan Kiat Pengembangan Ritel Modern" di kampus setempat di Denpasar, Selasa.
Ia mengungkapkan, kehadiran ritel modern jangan semata-mata dilihat dapat mematikan pasar tradisional.
"Tidak benar kemunculan ritel modern sepenuhnya berdampak negatif, namun justru sebaliknya dapat menjadi kiat baru pasar tradisional dalam meningkatkan greget kualitas pelayanan kepada konsumen" kata Mahendrayasa.
Menurutnya, dengan tampilan ritel modern yang penataannya rapi, bersih, serta memberikan pelayanan ramah seharusnya dapat menjadi contoh yang baik bagi pasar tradisional.
"Beberapa waktu terakhir bahkan nampak beberapa pasar tradisional sudah mulai berbenah dengan penataan yang lebih baik dibandingkan periode sebelumnya," ujarnya.
Di sisi lain, kata Mahendrayasa, pasar tradisional semestinya tak harus merasa tersaingi karena bagaimana pun pasar tradsional tetap memberikan kelebihan dibanding ritel modern.
"Di pasar tradisional ada interaksi yang lebih intens dengan pembeli dan barang-barang yang dijual juga lebih segar," katanya.
Mahendrayasa mengharapkan ritel modern dan berbagai tempat perdagangan tradisional dapat bersinergi membangun perekonomian daerah.
Sementara itu, Direktur PT Caning Indonesian Product Yoseph Nyoman Gunadi, pembicara seminar mengungkapkan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) per kapita masyarakat Indonesia pada tahun 2010 lebih dari 3.000 dolar AS.
"Dengan kondisi tersebut, Indonesia termasuk memiliki profil ekonomi yang relatif kuat. Itu sebabnya Indonesia sangat prospektif dikembangkan usaha ritel modern," ucapnya.
Di samping itu, lanjut dia, era modernisasi yang membawa peningkatan daya beli masyarakat dan teknologi berimbas pada modernisasi perdagangan.
"Semakin maju ekonomi suatu negara, maka masyarakat lebih mementingkan kualitas dalam berbelanja baik dari segi kebersihan, promosi, desain, dan lokasi," ulasnya.
Pasar maupun warung tradisional, kata Gunadi, juga semestinya tak perlu takut akan kehilangan pembeli karena dari berbagai hasil penelitian menunjukkan kebiasaan orang Indonesia untuk berbelanja tidak fanatik pada satu tempat.
"Mereka kecenderungan memvariasikan tempat berbelanja disesuaikan dengan kebutuhan," ucapnya.
Gunadi mengatakan, pasar tradisional masih tetap populer di mata sebagian besar konsumen dan hampir setiap hari dikunjungi untuk memenuhi kebutuhan produk segar.
"Sedangkan ritel modern seperti hipermarket, supermarket, dan minimarket dikunjungi konsumen untuk memenuhi kebutuhan belanja bulanan dan mingguan," tegasnya.
Lanjutnya, tak sedikit ritel modern yang juga memberikan peluang kepada UMKM untuk menjadi pemasok barang-barang sesuai dengan target pasarnya.(*)