Mangupura (Antaranews Bali) - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melirik pangsa pasar wisatawan Asia Tenggara untuk datang ke Indonesia karena memiliki keberanekaragaman budaya dan panorama alam yang eksotis.
"Kami melihat potensi wisatawan asal Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei, dan Vietnam sangat potensial, sehingga selama 1,5 tahun kami gencar melakukan promosi wisata ke negara itu," kata Asdep Pengembangan Pasar Asia Tenggara dari Kemenpar Rizki Handayani Mustafa, di Mangupura, Kamis.
Upaya promosi ini dilakukan, menurutnya, karena di Malaysia banyak warga setempat yang tidak mengetahui Indonesia, sehingga perlu memilah kembali segmen pasar yang menjadi target promosi sebab di negara tersebut terdapat tiga etnis (India Malaysia, Melayu Malaysia, China Malaysia).
Ia mencontohkan, seperti orang melayu saat ditawarkan destinasi wisata ke Bali, mereka berpikir dua kali untuk datang ke Pulau Dewata karena khawatir tidak menemukan tempat makan yang halal.
"Sehingga kami menginformasikan kepada mereka bahwa Bali ada makanan halalnya, dengan menunjukkan brosur lokasi tempat makan yang halal untuk warga Melayu Malaysia yang datang ke Bali," katanya.
Sedangkan untuk warga China Malaysia, pihaknya juga mempomosikan bahwa ada makanan vegetarian di Bali. "Termasuk juga dari Singapura, kami juga melihat segmen pasar apa yang diminati wisatawan di sana," katanya pula.
Dia mencontohkan kembali, wisatawan Vietnam lebih suka tempat wisata keramaian, sehingga objek wisata Pantai Kuta juga ditawarkan kepada mereka agar datang ke Pulau Bali. "Kalau kita ingin memulihkan pariwisata Bali, perlu juga bermain di pasar terdekat dengan Indonesia dahulu, karena jalur penerbangannya juga dekat," katanya.
Oleh karenanya, Rizki memberikan solusi apabila pasar wisatawan dari negara yang dahulunya dominan banyak datang ke Bali hilang, hendaknya melirik wisatawan dari Asia Tenggara untuk menyasar pasar ini.
Selain itu, promosi wisata Bali di Thailand juga perlu dioptimalkan karena wisatawan di sana juga banyak dari luar negara setempat, sehingga perlu juga dilakukan pendekatan antara maskapai penerbangan yang bisa langsung ke Bali. "Ini yang harus didekatkan oleh pelaku industri pariwisata yang ada di Bali untuk menggaet wisatawan dari negara itu," katanya lagi.
Memang diakuinya, untuk lama menginap wisatawan dari Asia Tenggara ini tidak terlalu lama di Bali sekitar tiga hingga empat hari, namun wisatawan asal Asia Tenggara ini untuk transaksi belanja (spending money) juga menjanjikan.
Terkait dampak industri pariwisata di Bali yang menurun akibat terdampak erupsi Gunung Agung, dari Kemenpar menyiapkan anggaran Rp100 miliar untuk tahun 2018.
"Dana pemerintah ini bisa dikeluarkan harus ada program yang dilakukan, seperti program yang sudah biasa dilakukan diselipkan promosi wisata Bali atau ada program baru. Jadi yang mengetahui program apa yang akan dilakukan harus dimulai dari Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali," katanya.
Menurut dia, program ini sangat bagus dan perlu merumuskan bersama apa yang ingin ditawarkan untuk wisata di Bali. "Seperti instruksi Presiden Joko Widodo, kalau tidak ada program maka tidak ada bantuan pendanaannya. Hal ini untuk mengefisiensikan APBN," ujarnya.
Namun, apabila BPPD Bali memiliki program yang bagus untuk pemulihan kunjungan wisata di Bali dan produksi produk yang ingin ditawarkan untuk "recovery" pariwisata Bali ini. "Ini yang akan dibahas lagi berapa persen yang dialokasikan untuk kegiatan mitigasi bencana, berapa persen untuk promosi," katanya.
Jadi untuk program-program yang akan dibuat untuk memulihkan pariwisata Bali menjadi tanggung jawab BPPD Bali. "Ayo cepat-cepatlah buat program apa saja yang akan dilakukan untuk memulihkan pariwisata Bali saat ini, karena saat pembahasan APBN Tahun 2018 sudah dibuka, maka perlu perencanaan matang," katanya pula. (WDY)
Kemenpar lirik potensi wisatawan Asia Tenggara
Kamis, 28 Desember 2017 8:17 WIB