Catatan Redaksi
Prof Gede Sri Darma, D.B.A, prototype generasi muda pejuang yang jujur, intelektual dan option kepada pembangunan masyarakat Bali. Tiga sifat dasar paling dominan dari Sri Darma tersebut menyatu dalam karakter dirinya, sebagai kekuatan progresif menyiapkan anak anak Bali dengan visi 'Move to Global Digital' dengan mendobrak tradisi akademis yang tidak produktif. Sri Darma adalah rector termuda di Indonesia yang pikiran pikiran-pikirannya selalu mencerahkan anak bangsa , sehingga layak menjadi pemimpin Bali masa depan.
"Sekarang tidak ada satupun dosen Undiknas yang masih memakai spidol untuk mengajar. Semuanya sudah memakai media power point slide berbahasa Inggris. Sekalipun masih ada satu atau dua dosen yang menggunakan bahasa Indonesia dalam membuat slide-nya. Dan tidak boleh lagi ada dosen yang mendikte saat mengajar. Manajemen itu apa, marketing itu apa. Dosen-dosen harus lebih kreatif. Saya beritahu mereka untuk mulai menggunakan video saat mengajar. Tak perlu sampai membuat sendiri. Video-video tentang manajemen bisa di-download di youtube. Putarkan video itu pada mahasiswa. Setelah itu, barulah menggiring mahasiswa mendiskusikan isi video itu. Dan diakhir perkuliahan, barulah dosen memberikan kesimpulan dari video itu yang berkaitan dengan materi perkuliahan."
Bukan hanya proses belajar yang mulai memasukkan nuansa IT, tapi juga segala urusan administrasi. Dalam sebuah rapat dengan civitas akademika, Sri Darma menyampaikan gagasan supaya tidak lagi ada urusan surat-menyurat yang memakai kertas. Selain menghemat kertas, paperless juga dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan zaman, supaya jalur informasi di Undiknas tidak terus menerus bersifat konvensional.
"Tidak ada lagi pengumuman yang disampaikan melalui SMS apalagi ditempel di papan pengumuman. Semuanya harus lewat email, dengan mailing list. Semua komunikasi melalui "remote manajemen." Ini juga berlaku untuk semua mahasiswa yang ingin berkomunikasi dengan dosen ataupun staf Undiknas lainnya."
Selanjutnya, pada tahun 2008 Sri Darma melangkah lebih jauh lagi. Selain website forum seperti yang sudah disebutkan di atas, dia mulai melirik penggunaan mailing list, yang sering disebut Milis, sebagai media teknologi komunikasi internal bagi seluruh civitas akademika Undiknas. Mailing list merupakan daftar orang-orang yang bergabung di dalam suatu komunitas tertentu yang secara periodik dikirimi surat elektronik (email). Karena itu, mailing list sangat digemari oleh orang-orang yang anggota keluarganya ada di berbagai daerah, dalam maupun luar negeri. Termasuk pula para alumni sekolah-sekolah.
Dengan menggunakan teknologi yang satu ini seluruh anggota milis dapat menerima email yang dikirim oleh salah satu anggota komunitas tanpa perlu mengirim satu persatu ke masing-masing anggota. Namun karena ini merupakan teknologi yang relatif jarang dilirik orang-orang kebanyakan, maka perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan cara-cara membuatnya.
Singkatnya, Undiknas pun memiliki mailing list yang benar-benar digunakan untuk melakukan kegiatan tukar-menukar informasi dan yang terpenting adalah untuk memperlancar komunikasi antarwarga kampus. Semua info ataupun pengumuman kampus bisa diketahui dengan sangat cepat. Sekalipun sedang tidak berada di Bali, semua civitas akademika dengan cara yang amat mudah dapat mengakses informasi, misalnya pengumuman Sertifikasi Dosen, hari libur, dan pembayaran gaji ke-13.
Para dosen pun menjadi semakin mudah berkomunikasi dengan sang rektor. Tidak perlu lagi harus menunggu di depan ruangan rektor untuk menyampaikan sebuah laporan. Kalau memakai cara lama, semua orang yang berkepentingan mau tak mau harus datang ke ruangan rektor. Jika rektor sedang berada di ruangan tentu tidak akan jadi persoalan. Sebaliknya, kalau tidak ada pasti butuh waktu sangat lama hanya untuk menyampaikan laporan ataupun berita penting. Kini, karena sudah disampaikan melalui Mailing list, maka dimanapun sang rektor berada, dengan mudahnya dia bisa menerima laporan.
Demikian pula para pegawai, jika keperluannya hanya sekedar untuk menyampaikan info bahwa sang rektor mendapat undangan menghadiri sebuah acara, cukup disampaikan melalui mailing list saja. Tidak perlu langsung dibawa ke ruangan rektor. Dengan cepat, Sri Darma akan mengetahuinya. "Hanya melalui jari-jari, saya bisa me-manage kampus dari jauh."
"Apa yang disampaikan lewat mailing list, akan diketahui oleh seluruh anggota yang ada di grup mailing list Undiknas. Sekalipun apa yang disampaikan itu hanya diperuntukkan bagi satu atau dua orang. Tapi karena sudah dilaporkan lewat mailing list, maka semua anggota menjadi tahu. Tak ada seorang pun yang tidak tahu informasi yang berkaitan dengan Undiknas."
Namun tentunya tidak semua laporan harus disampaikan melalui mailing list. Sebab ada juga yang melalui telepon. Laporan kategori ini biasanya menyangkut pergantian biaya pengobatan karyawan. Sebelum mengambil keputusan, berapa yang harus dibayarkan oleh pihak Undiknas kepada karyawan yang bersangkutan, terlebih dahulu berlangsung komunikasi antara Sri Darma dengan sekretarisnya. Setelah itu baru diteruskan kepada bendahara.
Di luar hal-hal yang sensitif itu, hampir semuanya dikomunikasikan melalui mailing list. Jadi karena itu, bisa katakan pemakaian mailing list di Undiknas berjalan dengan cukup lancar. Sekalipun diawal penggunaannya mengalami sedikit halangan. Ada seorang dosen yang kurang setuju, lebih tepatnya marah dengan pembaruan itu. Ketidaksetujuan ini lantas disampaikan dalam sebuah rapat.
"Telnologi informasi itu hanya sebuah alat. Ibarat blakas (pisau khusus untuk ngelawar)," ujar seorang dosen.
"Kalau kita mau ngelawar di balai banjar, otomatis kita harus membawa blakas. Kalau sampai tidak membawa, kan kita tidak bisa bekerja membuat lawar," jawab Sri Darma.
"Tapi kita kan masih bisa mengupas bawang merah, bawang putih, ataupun mengupas kelapa."
"Tapi ujung-ujungnya kalau mau ngelawar, kita harus pakai blakas untuk menghaluskan daging. Dan kalau Bapak masih tetap menggunakan mesin ketik untuk membuat surat, memang itu masih memungkinkan terjalinnya komunikasi. Tapi zaman sudah menuntut yang lebih dari sekedar mesin ketik, yaitu komputer yang kemudian ditransfer melalui email. Email saja belum cukup, sebab sifatnya sangat pribadi dan kalau pun menyertakan orang lain, kapasitasnya sangat terbatas. Bayangkan kalau saya membuat surat dan harus saya tanda tangani. Setelah itu harus dikirim ke ratusan dosen Undiknas, tentu itu akan buang banyak waktu. Ditambah lagi, dosen yang dikirimi surat tidak langsung membacanya karena sedang tidak berada di ruangan. Dengan menggunakan mailing list, hal-hal seperti itu dapat disampaikan dengan cara yang sangat mudah."
"Tapi kami kan belum semuanya siap mengikuti tuntutan zaman yang mengharuskan semuanya berbasis IT," ucap dosen itu.
Ketidaksiapan dosen menerima keberadaan IT di kalangan kampus memang menjadi tantangan yang cukup menyita perhatian Sri Darma selaku Rektor Undiknas. Ditambah dengan dosen-dosen yang belum memiliki alamat email, apalagi terbiasa menggunakannya.
"Tapi saya akan tetap menerapkan IT di Undiknas, sekalipun harus secara perlahan-lahan."
Langkah awal yang dilakukan oleh Sri Darma adalah mengerahkan tenaga IT di Undiknas untuk membuatkan alamat email bagi dosen dan pegawai. Lantas memasukkan mereka ke dalam "Mailing List Undiknas." Dosen-dosen pun berdatangan ke kampus untuk membuat password masing-masing dan sekaligus mempelajari penggunaan email dan cara-cara berkomunikasi lewat mailing list.
Namun tidak semua dosen Undiknas bisa ikut menggunakan mailing list, karena relatif banyak yang belum memiliki smartphone, dikenal sebagai ponsel pintar. Tanpa smartphone, memang masih bisa menggunakan laptop untuk membuka dan membaca email, hanya saja kurang praktis. Butuh waktu dan tempat khusus untuk membukanya. Berbeda dengan laptop, smartphone bisa dibuka dimana-mana. Lagi pula sinyal akan menyala dengan sendirinya jika ada email masuk. Karena itu, semua dosen dan pegawai di Undiknas mau tak mau harus memiliki smartphone. (*)