Prof Gede Sri Darma, D.B.A, prototype generasi muda pejuang yang jujur, intelektual dan option kepada pembangunan masyarakat Bali. Tiga sifat dasar paling dominan dari Sri Darma tersebut menyatu dalam karakter dirinya, sebagai kekuatan progresif menyiapkan anak anak Bali dengan visi 'Move to Global Digital' dengan mendobrak tradisi akademis yang tidak produktif. Sri Darma adalah rector termuda di Indonesia yang pikiran pikiran-pikirannya selalu mencerahkan anak bangsa , sehingga layak menjadi pemimpin Bali masa depan.
Tidak hanya fasilitas dalam kelas yang terus dibenahi, tapi juga yang di luar kelas, antara lain memperbaiki toilet dan memperluas area parkir. Segala rencana pembenahan fasilitas kampus, selalu dikoordinasikan dengan PR II yang mengurusi anggaran.
“Meski saat itu keuangan Undiknas tidak terlalu bagus, tapi kita berusaha pelan-pelan menganggarkan untuk biaya pembangunan,†katanya.
Selanjutnya, Sri Darma mulai menggalakkan pemakaian IT (Information and Technology), baik untuk membantu perkuliahan atau pun urusan administrasi kampus.
“Saya ingin Undiknas membangun IT. Semua kegiatan kampus harus memakai sistem informasi dan teknologi yang tersambung melalui internet. Secara bertahap semuanya dilakukan secara online. Mulai dari bagian keuangan, hingga bagian-bagian lainnya. Termasuk juga para dosen. Kalau dosen tidak ingin melanjutkan ke S-3, setidaknya mereka bisa mengajar dengan memanfaatkan internet untuk mencari informasi baru.â€
Namun sekali lagi, usulan Sri Darma ini mendapat perlawanan dari sejumlah dosen senior. Bahkan karyawan-karyawan Undiknas pun melakukan hal yang sama. Menolak. Barangkali tidak sepenuhnya menolak. Mereka belum terbiasa dengan hal-hal baru, apalagi ini menyangkut penggunaan perangkat teknologi yang tidak semua orang bisa mengoperasikannya. Padahal Undiknas sudah memiliki fasilitas laboratorium komputer yang bisa diakses kapan saja. Kondisi itu membuat Sri Darma kesal. Lebih kesal lagi setelah mendengar ucapan seorang dosen senior kepadanya.
“Mahasiswa juga tidak akan tahu kalau kita mengajarkan ilmu yang baru atau yang lama. Lagian definisi marketing segitu-gitu aja, tidak ada akan berubah.â€
“Ya tidak ada salahnya mencari informasi baru lewat internet. Ini juga kan untuk kebaikan Undiknas,†jawab Sri Darma.
“Ah pasti sama saja. Definisi marketing tidak akan mengalami perubahan.â€
“Tidak betul itu. Itu sudah berubah. Bisa Bapak lihat di internet.â€
“Apa itu internet?†celetuk dosen senior lainnya, yang ternyata juga ada dalam percakapan Sri Darma dengan seorang dosen senior Undiknas.
“Saya cukup terkejut, mendengar ada yang masih belum tahu apa itu internet. Barangkali karena mereka belum merasa membutuhkannya. Atau mungkin mereka mengira, internet hanya dipakai untuk mencari hal-hal yang negatif.â€
Sri Darma berusaha meyakinkan kalau penggunaan internet akan sangat membantu proses perkuliahan. Dia lantas menceritakan pengalamannya selama kuliah di Australia yang sangat terbantukan oleh penggunaan internet. Bagaimana begitu mudahnya dia menjalin komunikasi dengan promotor hanya lewat email. Sri Darma juga menceritakan pengalaman-pengalaman lainnya. Namun bukannya mengambil sisi baik dari cerita itu, mereka justru mengeluarkan ekspresi nyinyir, sambil berkata.
“Baru lulusan luar negeri, jadi sekarang semuanya mau mengadopsi yang di luar negeri.â€
“Bukan begitu maksud saya. Kita harus melihat ke depan. Kalau kita masih hidup di tahun 2020, kita akan mengalami yang namanya globalisasi. Kita harus berkompetisi dengan perguruan tinggi lainnya. Apalagi pernah ada yang berkata pada kita, kalau bermutu pasti akan dicari. Kalau Bapak tidak berpikir ke depan, berarti kampus kita tidak bermutu,†jawab Sri Darma.
“Kalau begitu, ikuti saja gaya perguruan tinggi lainnya dengan mematok biaya murah. Zaman sekarang sudah tidak perlu lagi mencari yang bermutu. Terpenting adalah status sosial.â€
“Saya tidak setuju kalau Undiknas ingin menurunkan mutu,†balas Sri Darma dengan penuh ketegasan.
Dialog antara Sri Darma dengan seorang dosen itu berlangsung di tengah-tengah sebuah forum resmi. Pengadaan forum itu dimaksudkan sebagai solusi terbaik untuk mempertahankan dan mengembangkan identitas Undiknas sebagai pergiruan tinggi yang menjual mutu. Bukan menjual nama. Namun harapan itu terasa susah digapai. Karena cukup banyak orang yang menginginkan supaya Undiknas menurunkan mutunya. Sri Darma pun akhirnya tahu, keinginan membiarkan penurunan mutu lulusan Undiknas, dengan cara tidak perlu mengadakan perkuliahan secara serius, seperti disebutkan di atas bukan merupakan wacana kosong, sebab dalam forum itu tampak nyata para pendukungnya. Jumlahnya pun cukup banyak.
Para pendukung wacana penurunan mutu lulusan Undiknas, bahkan menyebar ke luar kampus. Sri Darma baru mengetahuinya setelah mendengarkan pernyataan seorang wartawan.
“Undiknas ini terlalu kaku. Tidak bisa mengikuti perubahan zaman. Sekarang itu yang dicari saat kuliah hanyalah gelar. Ditambah biayanya yang murah. Lantas dengan mudahnya bisa lulus.â€
Sri Darma membenarkan pendapat wartawan itu. Sebab kenyataannya tidak sedikit perguruan tinggi di Bali yang bersikap seperti itu. Mahasiswanya hanya ada di dalam kelas, ketika akan mengikuti Ujian Tengah Semester dijamin pasti akan lulus.
“Saya sedih melihat ada perguruan tinggi yang mempermainkan kesucian perguruan tinggi. Karena itu saya tidak akan pernah setuju untuk menurunkan mutu pendidikan di Undiknas, hanya demi memperoleh jumlah mahasiswa yang banyak. Karena Undiknas punya sesuatu yang berbeda, yang tidak dimiliki perguruan tinggi lainnya.â€
Terpilih sebagai Rektor Undiknas
Demi menjalankan tanggungjawabnya sebagai PR I Undiknas, Sri Darma harus berhadapan dengan banyak tantangan yang silih berganti dari tahun ke tahun. Sampai akhirnya pada satu titik masa jabatannya, tahun 2005. Namun itu bukan berarti dia sudah dapat melepaskan diri dari tanggung jawab mengembangkan Undiknas, sebab tidak lama kemudian, Gorda kembali menanyakan kesiapan Sri Darma untuk menduduki kursi Rektor Undiknas 2005-2009.
“Apakah sekarang kamu sudah siap maju sebagai calon rektor?â€
“Saya siap Pak. Karena saya sudah memiliki pengalaman sebagai PR I selama tiga tahun.â€
Majulah Sri Darma menjadi salah satu dari lima kandidat yang menyatakan kesiapannya memimpin Undiknas periode 2005-2009. Empat orang lainnya adalah Putra Suryanata, rektor demisioner yang kembali mencalonkan diri, Gorda, I Nyoman Budiana, dan Oka Suryadinatha. Namun sebelum debat visi dan misi digelar, Gorda tiba-tiba mengundurkan diri selaku calon rektor secara mendadak. Surat pengunduran dirinya dibacakan oleh I Nyoman Budiana selaku Ketua Panitia Pemilihan Rektor Undiknas. Dalam surat itu Gorda menyatakan dirinya sudah tua dan sedang menjadi pangelingsir, orang yang dituakan di Puri Sukasada, Buleleng. Karena itu Gorda menyatakan akan memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk memimpin Undiknas.
Langkah Gorda mengundurkan diri diikuti oleh Budiana, dengan alasan demi menjaga independensi proses pemilihan rektor karena dia menjabat sebagai ketua panitia. Satu lagi, Oka Suryadinatha dinyatakan tidak memenuhi persyaratan kelengkapan administrasi, karena ijazah doktornya masih di Universitas Airlangga. Akhirnya kandidat Rektor Undiknas mengerucut pada Putra Suryanata dan Sri Darma. Keduanya wajib mengikuti debat pemaparan visi dan misi kandidat yang dihadiri oleh para mahasiswa dan anggota Senat Undiknas. Dalam arena debat, sempat terjadi ketegangan ketika Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undiknas bertanya kepada Sri Darma mengenai anggaran dana yang diperlukan jika rektor ingin melakukan pemilihan kepengurusan lembaga kemahasiswaan itu secara langsung. Ini terkait dengan masalah sama yang menjadi kendala utana BEM dalam menjalankan fungsinya selama ini. Sri Darma menjawab, itu karena BEM tidak kreatif menggali sumber dana. Situasi yang semakin memanas akhirnya dapat didinginkan oleh moderator.
Dalam visi dan misinya
disampaikan dalam debat itu, Sri Darma antara lain mengatakan, ingin
memperketat sistem drop out (DO) bagi mahasiswa yang malas. Sementara,
Suryanata antara lain menekankan pentingnya memperhatikan proses perkuliahan
untuk bisa menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dia juga menyatakan ingin
membangun citra Undiknas sebagai pusat pelayanan percepatan proses pembangunan
serta meningkatkan peran bursa kerja serta menjalin kerja sama dengan ikatan
alumni. (*)