Air dari 25 pancuran berderet di kolam kawasan suci Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, mengalir jernih ke hamparan sawah menghijau dan lestari di areal Subak Pulagan, di bagian hulu Tukad Pakerisan.
Hamparan sawah di dua subak Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan itu satu kesatuan dengan kawasan subak Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, kawasan suci Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung dan Pura Ulundanu Batur, Kabupaten Bangli yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia.
Kelestarian dan panorama alam itu menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan mancanegara, di samping keunikan seni budaya Bali.
Ratusan peserta utusan dari 31 negara yang ikut ambil bagian dalam konferensi international Conference on National Trust (ICNT) yang berlangsung di perkampungan seniman Ubud, 11-16 September, menyempatkan diri melihat dari dekat Subak Pulagan, Kecamatan Tampaksiring, yang berjarak sekitar 55 kilometer timur Kota Denpasar.
Pada pagi hari yang cerah itu, mereka berjalan kaki di tengah hamparan lahan sawah yang menghijau dipandu oleh Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana, Prof. Dr Wayan Windia bersama Pekaseh Subak Pulagan, Sang Nyoman Astika.
Mereka menikmati udara bersih dengan berjalan kaki melewati pematang sawah maupun pematang saluran irigasi dengan air yang mengalir jernih, yang dihuni ratusan ikan air tawar.
Sesuai harapan Bupati Gianyar Anak Agung Gde Agung Bharata, dengan dipilihnya Gianyar sebagai tuan rumah pelaksana ICNT sekaligus menjadi kota pusaka dunia mampu mempromosi destinasi wisata dan warisan budaya yang ada di Pulau Dewata, khususnya daerah "gudang seni" Gianyar.
Untuk itu, ke depannya, Kabupaten Gianyar akan terus bekerja sama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) guna memberikan edukasi kepada siswa agar lebih memahami dan ikut menjaga warisan budaya dan warisan pusaka daerah.
Salah seorang peserta dari mancanegara, seperti yang dituturkan Prof Windia, mengaku kagum menyaksikan sistem subak dalam mengelola irigasi di kawasan itu, yang cukup sederhana, namun lengkap dan kokoh dalam menopang pembangunan sektor pertanian.
Mekanisme subak
Prof Windia memberikan penjelasan kepada ratusan peserta dari mancanegara itu, tentang bagaimana mekanisme sistem subak di Bali, organisasi, fungsinya, hingga mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia sejak 2012.
Peserta ICNT itu sangat mengapresiasi peranan Pemkab Gianyar dalam melestarikan subak, Mereka juga berharap subak di Bali bisa lestari.
Namun, mereka tampak kecewa ketika melihat adanya banyak sampah plastik di kawasan subak, karena masyarakat tidak disiplin dalam membuang sampah.
Oleh sebab itu, perlu peran serta dan kesadaran semua pihak dalam mencegah sampah plastik agar tidak menimbulkan pencemaran di sawah.
Ancaman kelangsungan subak di Bali, menurut Prof Windia, adalah pendapatan petani sangat kecil yang mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan sawah.
Sekitar 1.000 hektare sawah di Bali berkurang setiap tahun. Jumlah sawah di Bali sekarang masih tersisa sekitar 75.000 hektare.
Jika pemerintah tidak ada usaha yang kuat untuk melestarikan subak maka dalam waktu dekat subak di Bali akan hancur.
Oleh sebab itu, untuk menjaga kelangsungan organisasi pengairan tradisional bidang pertanian tersebut, perlu adanya pendampingan dalam melakukan kegiatan ekonomi sehingga mampu mengangkat pendapatan petani.
Pekaseh Subak Pulagan, Sang Nyoman Astika, menyatakan berterima kasih karena peserta dari luar negeri datang dan berkunjung ke kawasan subaknya.
Ia berharap subak di kawasannya tetap lestari. Sebagai kawasan warisan budaya dunia, ia bertekad untuk menjaga kelestarian subaknya.
Ia percaya bahwa subaknya adalah kawasan yang keramat, karena bekas kawasan Kerajaan Tampaksiring dan mendapat air irigasi langsung dari mata air di Pura Tirta Empul.
Bersuara keras
Sementara itu, Ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) Dr Catrini Kebontubuh menjelaskan bahwa ICNT adalah lembaga nonpemerintah yang selalu bersuara keras untuk pelestarian pusaka di dunia.
BPPI adalah penyelenggara pertemuan ICNT, yang kini diadakan di Indonesia. ICNT merupakan salah satu kegiatan yang dikelola oleh International National Trust Organization (INTO).
Anggota INTO sebanyak 76 negara, dan yang ikut dalam pertemuan kali ini 200 orang peserta dari 31 negara di belahan dunia.
Kabupaten Gianyar, Bali kali ini mendapat kepercayaan sebagai tuan rumah pelaksana kegiatan yang dinilai sukses.
Bahkan, kearifan tradisi dan budaya lokal di Kabupaten Gianyar seperti yang diakui Ketua Dewan Pengawas BPPI Hasyim Djojohadikusumo, sebagai tetap lestari dan eksotis.
Melalui kegiatan ICNT diharapkan semua orang dapat belajar dari tokoh internasional tentang bagaimana cara merawat, menjaga, dan melestarikan warisan budaya yang dimiliki daerah di Indonesia maupun pusaka Indonesia.
Warisan pusaka itu mencakup kekayaan alam yang dimiliki daerah, mencakup tanah, gunung dan laut, maupun sungai ataupun dampak dari perubahan iklim yang terjadi saat ini.
Baru tiga kota/kabupaten di Indonesia yang tercatat sebagai kota pusaka dunia yang telah diakui dari 298 kota di berbagai negara di dunia. Ketiga kota yang diakui sebagai kota pusaka, menurut Hasyim Djojohadikusumo, adalah Surakarta, Denpasar, dan Gianyar.
Untuk itu, Kabupaten Gianyar diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan untuk 500 kabupaten/kota di Tanah Air yang mengikuti pelestarian warisan pusaka itu.
Semua daerah di Indonesia diharapkan menjaga warisan nenek moyang yang telah dimiliki.
Ke depan, yang menjadi tantangan besar adalah bagaimana 114 kabupaten/kota yang tersebar di Indonesia dapat menjaga warisan pusaka tersebut karena selama ini baru tiga kota masuk dalam warisan pusaka dunia. (WDY)
---------
*) Penulis adalah wartawan dan redaktur LKBN Antara Biro Bali.