Gianyar (Antara Bali) - Ratusan peserta utusan dari 31 negara yang ambil bagian dalam International Conference on National Trust (ICNT) mengunjungi Subak Pulagan, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Hamparan lahan sawah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan itu merupakan satu kesatuan dengan kawasan Subak Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, kawasan suci Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung dan Pura Ulundanu Batur, Kabupaten Bangli yang telah mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia (WBD), kata Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Wayan Windia, di Gianyar, Minggu.
Pihaknya menerima ratusan peserta ICNT, setelah melakukan kegiatan selama enam hari, 11-16 September 2017, berkaitan dengan pelestarian budaya dan sempat melihat dari dekat aktivitas petani di Subak Pulagan, Sabtu (16/9).
"Mereka kagum menyaksikan sistem Subak dalam mengelola sistem irigasi di kawasan itu. Sangat sederhana, tapi sangat komprehensif," katanya lagi.
Mereka mengaku sangat senang berada di kawasan itu.
Peserta ICNT itu berada sekitar dua jam di kawasan itu, sambil melakukan jalan kaki di sepanjang kawasan Subak.
Selanjutnya mereka mengunjungi mata air di Pura Tirta Empul berupa belasan pancuran, sekaligus objek wisata yang merupakan sumber dari irigasi Subak Pulagan.
Prof Windia memberikan penjelasan tentang bagaimana mekanisme sistem Subak di Bali, organisasinya, fungsinya hingga mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia sejak tahun 2012.
Peserta ICNT itu sangat mengapresiasi peranan Pemkab Gianyar dalam melestarikan Subak, dan berharap bisa lestari.
Namun mereka sedih melihat adanya banyak sampah plastik di kawasan Subak, karena masyarakat tidak tertib dalam membuang sampah.
Mereka berharap ada usaha keras untuk mencegah sampah plastik ke sawah.
Windia mengatakan bahwa sejatinya ancaman Subak terbesar saat ini adalah pendapatan petani yang sangat kecil, dan mengakibatkan terjadi alih fungsi lahan sawah di Bali.
Sekitar 1.000 hektare sawah di Bali berkurang setiap tahun. Jumlah sawah di Bali sekarang sekitar 75.000 hektare, sehingga bila pemerintah tidak ada usaha yang kuat untuk melestarikan Subak, maka dalam waktu dekat Subak di Bali akan hancur.
Windia berharap agar Subak didampingi untuk melaksanakan kegiatan ekonomi. Simantri seharusnya dikelola oleh Subak, bukan oleh gabungan kelompok tani.
Ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) Dr Catrini Kebontubuh mengatakan bahwa ICNT adalah lembaga nonpemerintah yang selalu bersuara keras untuk pelestarian pusaka di dunia.
BPPI adalah penyelenggara pertemuan ICNT yang kini diadakan di Indonesia. ICNT merupakan salah satu kegiatan yang dikelola oleh International National Trust Organization (INTO).
Anggota INTO sebanyak 76 negara, dan yang ikut dalam pertemuan kali ini adalah sebanyak 200 orang peserta dari 31 negara di belahan dunia. ICNT diselenggarakan di Nyuh Kuning, Ubud sejak 11 September lalu.
Pekaseh Subak Pulagan Sang Nyoman Astika menyampaikan terima kasih karena peserta dari luar negeri datang dan berkunjung ke kawasan Subak setempat.
Ia berharap Subak di kawasannya tetap lestari. Sebagai kawasan warisan budaya dunia (WBD), ia bertekad untuk menjaga kelestarian Subak.
Dia mempercayai bahwa Subak adalah kawasan yang keramat, karena merupakan bekas kawasan Kerajaan Tampaksiring dan mendapat air irigasi langsung dari mata air di Pura Tirta Empul. (WDY)