Gianyar (Antara Bali) - Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) menggali kiat-kiat sukses para anggota Organisasi Kota Pusaka Dunia (International of National Trusts Organization/INTO) dalam konferensi yang dihadiri 31 negara, karena mereka mampu melakukan pelestarian lingkungan dan budaya.
"Melalui konferensi hari ini, kami ingin menggali pengalaman anggota INTO dalam menghadapi tantangan ke depan dalam pelestarian lingkungan yang tidak semata-mata terkendala pendanaan dan keilmuan. Namun, konferensi ini juga memberikan edukasi negara-negara lain dalam upaya pelestarian budaya," kata Ketua BPPI (Indonesian Heritage Trust), Catrini Kubontubuh di Gianyar, Rabu.
Menurut dia, diskusi kita-kiat suskses itu dapat menjadi inspirasi berbagai negara yang hadir, khususnya di Bali, karena Pulau Dewata memiliki masyarakat adat yang kuat dengan tradisi yang kental yang juga perlu didengarkan dunia.
"Konferensi ini juga akan menggali apakah karena tradisi yang ada di berbagai negara juga dapat mempengaruhi perubahan iklim yang saat ini telah terjadi. Dalam pertemuan ini juga membahas bagaimana dukungan pemerintah di berbagai negara dalam upaya pelestarian lingkungan ini," katanya.
Ia mengatakan masalah pelestarian lingkungan di berbagai negara sangat bervariasi, karena ada pemerintah yang memprioritaskan "heritage" menjadi bagian terintegrasi di dalam pembangunan, namun ada juga di berbagai negara berkembang yang dimajukan infrastrukturnya.
"Terkadang ada pemerintah di berbagai negara melupakan apa yang sesuai untuk upaya pelestarian," katanya. Untuk itu, kabupaten/kota di Indonesia memiliki upaya pelestarian lingkungan sangat bervariasi, karena BPPI juga mendampingi daerah dalam menggali pemahamannya dari berbagai kabupaten/kota terkait upaya ini.
Ia juga juga melihat di berbagai daerah bahwa sudah ditananamkan budaya menjadi sebuah prioritas dan bagaimana kabupaten/kota di Indonesia sudah menggalakan konservasi alamnya. Ia mencontohkan, kerusakan alam atau hutan yang terjadi di Kalimantan sangat berdampak pada kelestarian satwa di daerah itu.
Pihaknya mengatakan kasus itu sangat bervariasi di Indonesia, seperti contohnya akibat pembakaran hutan juga mengakibatkan kabut asap yang juga dapat mencemari lingkungan.
"Untuk itu, perlu adanya peran dari pemerintah pusat untuk mengalakkan upaya pelestarian ini, karena ada beberapa daerah yang maju sudah mampu menerapkan hal ini, namun ada juga di daerah yang tertinggal juga perlu dirangkul untuk melakukan langkah bersama menjaga lingkungannya," ujarnya.
Sebelumnya, Konferensi Internasional Organisasi Pelestarian se-Dunia atau International Conference of National Trusts (ICNT) ke-17 sempat berlangsung di Taman Nusa, Gianyar, pada Selasa (12/9), dimana sebuah taman budaya yang baru dibangun yang mengumpulkan berbagai etnis di Indonesia.
Dr Richard A Engelhardt yang juga mantan Penasihat Regional UNESCO untuk Kebudayaan di Asia dan Pasifik berpartisipasi dalam program ini sepanjang hari. "Saya menikmati dua presentasi pleno. Mereka sangat menantang," katanya.
Menurut Dr Engelhardt, dua pembicara yakni Franklin Vagnor dan Prof. Lauranjane Smith, telah berhasil membuat orang berpikir lebih dalam. "Ada banyak hal yang terjadi pada hari kedua karena saat berkunjung ke taman wisata yang memiliki 15 hektare ini banyak ditemukan keunikan," katanya. (WDY)