Jakarta (Antara Bali) - Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengatakan, penjualan mobil listrik bisa lebih cepat dari yang diperkirakan karena teknologi ramah lingkungan itu sudah populer di sejumlah negara.
"Ketika saya berbicara dengan orang-orang di bidang minyak dan gas, mereka mengatakan mungkin itu berlaku secara komersial pada 2050. Saya tidak berpikir demikian, ini akan berjalan lebih cepat dari yang kita bayangkan, sama seperti ponsel, PC, dan tablet," kata Jonan, di Jakarta, Rabu.
Jonan memberi contoh, mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla, sudah populer dan banyak digunakan di sejumlah negara.
Menurut dia, jika tidak dibebankan seperti pajak bea masuk dan pajak impor, harga mobil listrik di Indonesia bisa bersaing dengan mobil konvensional. Sayangnya, harga mobil listrik Tesla di Tanah Air bisa sampai Rp2 miliar karena pajak-pajak dan bea itu, yang tentu tidak mudah dijangkau masyarakat.
Jonan menilai saat ini setiap negara bersaing untuk menciptakan lingkungan yang lebih hijau, terutama Indonesia yang berkomitmen mengurangi emisi karbon dalam Kesepakatan Paris COP 21.
Pemerintah pun telah membentuk tim berunsurkan Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM yang kini tengah menyusun rancangan regulasi berbentuk peraturan presiden tentang pengembangan mobil listrik untuk mengurangi emisi karbon dan mewujudkan bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025.
Terkait penyediaan tenaga listrik dan fasilitasnya, Jonan sudah memiliki konsep pembelian baterai mobil listrik di SPBU milik dan yang bekerja sama dengan Pertamina
"Teknologi baterai itu penting. Semua 6.000 SPBU di Indonesia nantinya bisa menyediakan baterai. Setiap mobil listrik masuk SPBU tidak untuk mengisi bahan bakar, tetapi mengganti baterai. Jadi baterai daya kosong bisa dilepas, lalu menukarnya dengan baterai yang terisi. Konsumen harus membayar baterai tersebut," kata Jonan.
Ia menambahkan melalui kebijakan pengembangan mobil listrik ini, impor gas dan bahan bakar minyak akan dapat ditekan. (WDY)