Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali mengharapkan adanya sistem digital yang diterapkan pelaku usaha di desa wisata baik dari sisi pemasaran dalam jaringan maupun mendukung transaksi keuangan.
"Desa wisata memanfaatkan digitalisasi masih minim. Ini peran pihak terkait sangat dibutuhkan," kata Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata Provinsi Bali Nyoman Wardawan ketika menjadi salah satu pembicara diskusi Peran Perbankan Mendorong Digitalisasi Desa Wisata dan "Homestay" di Bali yang digelar di Bisnis Indonesia Denpasar, Jumat.
Menurut Wardawan, pengembangan digitalisasi desa wisata membutuhkan sinergi semua pihak termasuk pemerintah, swasta, perbankan, praktisi, masyarakat dan instansi terkait lainnya.
Pemerintah Provinsi Bali saat ini mengembangkan 100 desa wisata hingga tahun 2018 sebagai salah satu destinasi wisata alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berpihak kepada komunitas dibandingkan pariwisata massal yang saat ini dinilai mulai bergeser ke wisata alternatif.
Sejak tahun 2013 hingga 2016 ada 53 desa wisata di Bali dan sisanya akan dikejar hingga tahun 2018.
Dalam kesempatan itu Bendesa Adat Desa Pinge di Kabupaten Tabanan Made Dana Yasa mengakui bahwa akses internet yang belum maksimal menjadi salah satu kendala dalam mempromosikan potensi desa wisata yang ditetapkan sejak tahun 2004 tersebut.
"Akses internet belum maksimal. Pembayaran transaksi juga masih manual," katanya.
Padahal, lanjut dia, Desa Pinge tersebut memiliki potensi alam dan budaya di antaranya berupa peninggalan purbakala dan pengelolaan desa dengan berlandaskan filosofi Tri Hita Karana serta didukung masyarakat setempat mengembangkan desa wisata karena mampu mengangkat taraf ekonomi.
Di desa itu, kata dia, terdapat sekitar 10 "homestay" atau penginapan di rumah warga" dengan total kamar sekitar 34 kamar.
Terkait hal tersebut, Regional CEO Bali dan Nusa Tenggara R Erwan Djoko Hermawan yang turut hadir dalam diskusi itu mengaku siap melakukan digitalisasi transaksi keuangan bagi pelaku usaha di desa wisata di Bali.
Untuk merealisasikan komitmen itu, bank BUMN itu menyiapkan produk dan layanan berupa mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mesin "Electronic Data Capture" (EDC), "e-Money" atau uang elektronik, transaksi jual beli dalam jaringan atau "e-Commerce" dan layana keuangan tanpa kantor melalui agen atau "branchless" Bank Mandiri.
Diharapkan, para penjual jasa atau produk terkait pariwisata di desa-desa wisata tersebut secara bertahap akan mengalihkan cara pembayarannya menjadi elektronik dengan terlebih dahulu melakukan edukasi dan sosialisasi bertahap.
Bank Indonesia mendukung pengembangan desa wisata dengan sistem digital bagi pelaku usahanya sesuai dengan harapan bank sentral itu dalam gerakan nasional nontunai.
Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana mengatakan pelaku usaha di desa wisata sangat potensial memanfaatkan sistem digital baik untuk promosi maupun transaksi keuangan.
Desa wisata, lanjut dia, menjadi salah satu contoh pengembangan ekonomi baru bagi Bali yang kembali kepada budaya dan merata di seluruh daerah sehingga tidak terfokus di Bali Selatan.
"Dari total hampir 50 persen pertumbuhan ekonomi di Bali ditopang oleh pariwisata tetapi semua di Bali Selatan sehingga cukup padat. Sehingga ini perlu inovasi baru tetapi bukan industrialisme namun kembali ke budaya Bali antara lain potensi desa wisata," katanya.(DWA)