Denpasar (Antara Bali) - Sebanyak 23 narapidana Lembaga Pemasyarakatn (Lapas) Kelas II A Denpasar di Kerobokan yang bermasalah dipindahkan ke Lapas Tabanan dan Karangasem sebagai langkah terapi kejut.
"Kami memindahkan mereka sekitar dua minggu yang lalu, salah satunya untuk 'shock therapy' bagi napi-napi yang lain. Karena mereka pada umumnya paling takut jika dipindah dari Lapas Kerobokan, bahkan takut jika dipindah ke luar pulau," ungkap Kepala Pengamanan Lapas (KPLP) Denpasar Andi Yudho saat dihubungi, Minggu.
Sanksi itu diberikan kepada 23 narapidana yang bermasalah dan kerap membuat keributan di dalam kompleks penjara.
Yudho mengatakan, dari 23 narapidana tersebut dipisahkan, yakni sebagian dipindah ke Lapas Tabanan dan sebagian lagi dipindah ke Lapas Karangasem.
Hal tersebut dilakukan karena sikap mereka dikhawatirkan dapat memperluas perkelahian antar-napi sehingga dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan napi yang lain.
"Kasusnya bermacam-macam, saya tidak bisa menyebutkan. Tapi selama berada di Lapas Kerobokan, mereka memang dua kelompok yang sering bentrok. Memang tidak sampai pada tahap tawuran, namun perselisihannya bisa mengarah ke sana. Itulah yang kami khawatirkan," ujarnya.
Menurut Yudho, pihaknya sudah sering memberikan peringatan kepada narapidana yang bermasalah, namun terkadang mereka tetap melakukan hal yang sama, sehingga pihak Lapas terpaksa harus mengurungnya di sel "tikus".
"Biasanya napi yang membuat kesalahan di lapas akan diberi peringatan dan dimasukkan ke sel 'tikus'. Itu sesuai aturan. Para pelanggar dimasukkan sel 'tikus' selama enam hari dan bisa diperpanjang," kata Yudho.
Yudho mengakui, adanya ketidakharmonisan dalam lapas tersebut salah satunya karena kelebihan penghuni. Kapasitas lapas tersebut hanya 323 orang, namun saat ini Lapas kelas II Denpasar itu menampung sebanyak 1.044 tahanan dan narapidana.
"Memang kami sedikit kesulitan untuk mengatur mereka karena jumlahnya sangat banyak, tiga kali lipat dari kapasitas," katanya.
Selain dipindahkan dari Lapas Denpasar, narapidana yang bermasalah tersebut terancam tidak mendapatkan remisi atau pengurangan hukuman saat hari raya.(*)