Denpasar (Antara Bali) - Subsektor tanaman pangan yang meliputi padi dan palawija dalam membentuk nilai tukar petani (NTP) di Bali sebesar 95,77 persen pada bulan Januari 2017, menurun 0,05 persen dibanding bulan sebelumnya tercatat 95,82 persen.
"Subsektor tanaman pangan itu perannya masih berada di bawah 100 persen yang berarti nilai yang diterima dari hasil pertanian tanaman pangan itu belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi rumah tangga maupun biaya produksi," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, indeks harga yang diterima petani (lt) pada subsektor tanaman pangan naik 0,95 persen. Kenaikan tersebut terjadi pada kelompok padi sebesar 0,81 persen dan palawija 1,33 persen.
Sementara itu indeks harga yang dibayar petani (lb) tercatat mengalami kenaikan sebesar satu persen. Kenaikan indeks harga yang dibayar petani dipengaruhi oleh meningkatnya indeks harga konsumsi rumah tangga (IHKP) sebesar 1,08 persen serta biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) 0,60 persen.
Adi Nugroho menambahkan, harga gabah kering panen (GKP) tingkat petani di Bali sebesar Rp4.334,38 per kilogram pada bulan Desember 2016, meningkat tipis 0,55 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat Rp4.310,82 per kilogram.
Demikian pula harga gabah di tingkat penggilingan juga naik 0,43 persen dari Rp4.380,55 menjadi Rp4.399,38 per kilogram. Harga gabah di tingkat petani dan penggilingan di Bali tersebut berada di atas harga patokan pemerintah (HPP) yang berlaku sejak Mei 2015 untuk tingkat petani sebesar Rp3.700 per kg dan tingkat penggilingan Rp3.750 per kg.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana dalam kesempatan terpisah menjelaskan, usaha penggilingan padi di Pulau Dewata terganjal dengan kapasitas mesin pengolahan yang kurang memadai.
Dari sekitar 832 unit usaha penggilingan padi di Bali, hanya 10 persen yang menggunakan mesin dengan kapasitas penggilingannya besar. Sedangkan 90 persen lainnya, masih menggunakan mesin-mesin penggilingan kuno yang maksimal hanya mampu mengolah dua ton gabah di saat musim panen.
Demikian pula tidak sedikit usaha penggilingan yang izin usahanya sudah mati karena menggunakan mesin yang sudah lama peninggalan zaman Belanda, sedangkan untuk mengajukan izin baru seringkali terganjal penolakan dari masyarakat pendamping yang mengeluhkan kebisingan dan juga polusi dari debu yang dihasilkan.
Oleh sebab itu hingga kini belum semua produksi gabah petani sekitar 850.000 ton dalam setahun bisa diolah di Bali. Sekitar setengahnya masih harus digiling di Banyuwangi, Jawa Timur.
Adi Nugroho menambahkan, dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali dalam bulan Januari ini seluruhnya mengalami penurunan.
Selain subsektor tanaman pangan juga subsektor perikanan 0,03 persen, hortikultura 0,75 persen, tanaman perkebunan rakyat 0,36 persen dan peternakan 0,57 persen, ujar Adi Nugroho. (WDY)