Denpasar (Antaranews Bali) - Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator tingkat kemampuan dan daya beli petani di daerah pedesaan di Bali menurun 0,56 persen dari bulan November 2017 yang mencapai 104,51 persen menjadi 103,93 persen pada Desember 2017.
"Dari sisi indeks yang diterima petani (lt) mengalami kenaikan sebesar 0,07 persen dari 130,55 menjadi 130,64 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho di Denpasar, Sabtu.
Sementara itu, dari sisi indeks yang dibayar petani (lb), juga mengalami kenaikan sebesar 0,63 persen dari 124,91 menjadi 125.70 persen.
Dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali, terdiri atas empat subsektor mengalami penurunan yakni hortikultura 0,85 persen, tanaman perkebunan rakyat 1,61 persen, peternakan 0,24 persen dan perikanan 0,27 persen.
Satu-satunya subsektor yang mengalami kenaikan tanaman pangan yang meliputi padi dan palawija sebesar 0,40 persen dari 97,85 persen pada bulan November 2017 menjadi 98,24 persen pada bulan Desember 2017.
Adi Nugroho menjelaskan, NTP menunjukkan daya tukar dari produksi pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk biaya produksi pertanian.
NTP tersebut diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Semakin tinggi indeks NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani.
Adi Nugroho menambahkan, Bali dengan kondisi tersebut mengalami inflasi pedesaan sebesar 0,95 persen pada bulan Desember 2017 yang didominasi pengaruh kelompok bahan makanan. Inflasi pedesaan di Bali tersebut lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tingkat nasional pada bulan yang sama yang tercatat 1,94 persen.
Dari 33 provinsi di Indonesia yang menjadi sasaran pengamatan seluruhnya mengalami inflasi, dengan inflasi tertinggi terjadi di Jawa Timur dan terendah di Provinsi Papua Barat, ujar Adi Nugroho. (WDY)
BPS: Nilai tukar petani Bali turun 0,56 persen
Sabtu, 6 Januari 2018 8:03 WIB