Denpasar (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa daya beli masyarakat menurun secara tidak langsung memicu peningkatan "non performing loan" (NPL) atau kredit bermasalah perbankan di Bali.
"Harga di pasaran relatif tinggi dan daya konsumsi juga relatif tinggi sementara itu pendapatan tidak bertambah jadi itu berdampak ke industri perbankan," kata Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Zulmi, di Denpasar, Rabu.
OJK mencatat kredit bermasalah pada perbankan di Pulau Dewata hingga September 2016 naik dari sisi bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR).
Kredit bermasalah di bank umum mencapai 2,69 persen atau naik dibandingkan posisi Desember 2015 yang mencapai 2,06 persen.
Sedangkan kenaikan angka kredit bermasalah tercatat signifikan terjadi di BPR yakni mencapai 5,75 persen pada September 2016 dari posisi Desember 2015 yang mencapai 2,69 persen.
Perlambatan ekonomi lokal, nasional dan global dituding masih menjadi penyebab dibalik tingginya kredit bermasalah di Bali.
Zulmi mengaku bahwa pihaknya telah mengingatkan perbankan sejak awal tahun untuk memperhatikan sektor-sektor yang mulai mengalami kejenuhan.
Sektor yang menyumbang peningkatan kredit bermasalah yakni sektor properti, tanah, konstruksi dan turunannya.
Selain properti, sektor perdagangan juga mengendor karena penghasilan masyarakat yang tidak bertambah sedangkan harga-harga naik sehingga menyebabkan daya beli turun.
"Sekarang kalau menawarkan rumah untuk dijual dan ada diskon, belum tentu ada yang mau beli sehingga `return` ke bank menjadi terkendala," tuturnya. (WDY)