Denpasar (Antara Bali) - Menteri Pariwisata Indonesia Arief Yahya mendorong para generasi muda peningkatkan daya saing tingkat internasional dalam kebutuhan tenaga kerja di sektor pariwisata.
"Saya terus mendorong agar mampu bersaing generasi muda dalam sektor kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional. Karena peluang kerja itu sangat terbuka bila dibekali keahlian yang memadai," kata Menteri Arief di sela-sela menghadiri wisuda STP Nusa Dua Bali, Kabupaten Badung, Kamis.
Ia mengatakan peluang sektor tenaga kerja bagi tenaga profesional, seperti lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) sangat dibutuhkan di luar negeri. Alumni STP juga didorong mampu menciptakan lapangan kerja termasuk juga menjadi wirausaha.
"Berdasarkan data di Kementerian Pariwisata, bahwa sekolah yang bernaung di Kemenpar para lulusannya sebagian besar sudah bekerja sesuai dengan bidangnya. Bahkan 30 persen alumninya bekerja di luar negeri dan ada yang menjabat setingkat general manager di hotel-hotel berbintang," ujarnya.
Namun demikian, kata Arief, berharap minimal 10 persennya bisa berwirausaha untuk memenuhi kebutuhan sektor pariwisata yang terus berkembang di Indonesia.
Menurut dia, Indonesia bersama generasi mudanya perlu mengetahui kelemahan sendiri di bidang pariwisata. Setelah mengetahui kelemahan sendiri, harus juga mengetahui kelemahan kompetitor.
"Sampai saat ini kelemahan Indonesia adalah promosi dan destinasi. Dalam hal promosi, branding pariwisata Indonesia yakni `Wonderful Indonesia` sebelumnya sangat lemah. Tahun 2013 branding Wonderful Indonesia tidak ada peringkat sama sekali karena saking jeleknya. Sementara `Truly Asia`(Malaysia) dan `Amazing Asia` (Thailand) lebih bagus dan dampaknya sangat besar bagi kunjungan pariwisata di kedua negara tersebut," ujarnya.
Ia mengatakan karena kelemahan itu maka Indonesia dikalahkan oleh Malaysia, Thailand dan bahkan Singapura. Malaysia mampu mendatangkan 27 juta wisatawan, Thailand mampu mendatangkan 25 juta orang dan Singapura mampu mendatangkan 20 juta wisatawan.
Dikatakan, sampai saat ini devisa Indonesia dari bidang pariwisata hanya 10 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dari 10 juta kunjungan wisatawan dengan komposisi penduduk Indonesia sebanyak 250 juta lebih. Dari jumlah tersebut Bali memberikan kontribusi sekitar empat miliar dolar AS.
Sementara Malaysia mampu meraih devisa 30 miliar dolar AS dari 27 juta kunjungan wisatawan dengan total penduduk di Malaysia yang hanya berkisar sekitar 20 juta penduduk. Padahal Indonesia memiliki banyak potensi pariwisata, dengan negara yang besar.
Menurut Arief, sejak tahun 2015 pemerintah telah menetapkan pariwisata sebagai sektor unggulan. Layaknya sebuah korporasi, pemerintah harus memiliki inti bisnis (cor bisnis) di sektor pariwisata dan tahun 2016 pariwisata jadi cor bisnis. Pemerintah berdasakan kajian yang mendalam menyakini jika masa depan pariwisata akan relatif bagus.
"Potensi kita bagus. Budaya Indonesia jadi `top twenty in the world`. Price kita bagus, bersaing di dunia. Sangat mudah ditebak, masalah utama adalaha promosi dan tujuan wisata. Pemaaran kita sangat bagus, branding wonderful Indonesia sangat bagus," ujarnya.
Ia mengatakan tahun 2016, branding "Wonderful Indonesia" lompat 100 kali lipat hingga mencapai peringkat 45 dunia yang sebelumnya hanya mencapai 145. Branding Indonesia mampu melompat melewati Thailand dengan "Amazing Asia" yang hanya meraih peringkat 85.
"Dan lebih menggembirakan lagi branding Indonesia dengan Wonderful Indonesia mampu melewati branding Malaysia dengan Truly of Asia yang hanya meraih peringkat 96. Pariwisata diproyeksikan sebagai penghasil devisa terbesar setelah minyak bumi. Tahun 2019 pariwisata akan menjadi devisa terbesar," katanya. (WDY)