Jakarta (Antara Bali) - Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta,
Rabu mengumumkan perombakan Kabinet Kerja yang kedua kali sejak yang
pertama pada 12 Agustus tahun lalu, dan pada hari yang sama melantik
menteri pada jabatannya masing-masing.
Beragam fakta menarik mengiringi perombakan kabinet ini terkait
dengan pergeseran jabatan, nama menteri dan latar belakang mereka.
Salah satu yang menarik adalah kemunculan anak mantan menteri yang
menduduki jabatan yang sama dengan ayahnya, yakni Menteri Perindustrian
Airlangga Hartarto yang menduduki jabatan yang sama dengan yang pernah
diduduki ayahnya Hartarto Sastrosoenarto pada Kabinet Pembangunan IV
(1983-1988) dan Kabinet Pembangunan V (1988-1993) pada era pemerintahan
Presiden Soeharto.
Hartarto Sastrosoenarto bahkan terus dipercaya sebagai Menko
Produksi dan Distribusi pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) dan
Menko Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara pada
Kabinet Pembangunan VII (1998-1999).
Airlangga bukan merupakan sosok baru di bidang perindustrian karena
dalam kapasitas sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 pernah
menduduki Ketua Komisi VI yang membidangi masalah perindustrian.
Posisi Airlangga sebagai salah satu Ketua DPP Partai Golkar
tampaknya harus ditanggalkan karena Presiden Jokowi tidak mengizinkan
menteri merangkap pengurus partai.
Fenomena anak menteri yang menduduki jabatan yang sama dengan
ayahnya, sebelumnya disandang oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
yang menduduki jabatan yang sama dengan ayahnya, Saifuddin Zuhri, yang
pernah berkali-kali menjabat Menteri Agama pada era pemerintahan
Presiden Soekarno yakni pada Kabinet Kerja III (1962), Kabinet Kerja IV
(1963), Kabinet Dwikora (1964), Kabinet Dwikora II (1966), hingga awal
Presiden Soeharto pada Kabinet Ampera I (1966-1967).
Lukman Hakim Saifuddin menduduki jabatan Menteri Agama sejak
beberapa bulan sebelum pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
berakhir hingga kini pada era pemerintahan Presiden Jokowi.
Fakta menarik lainnya adalah kembalinya menteri pada posisi yang
sama setelah bertahun-tahun ditinggalkan, yakni Wiranto yang kembali
menduduki jabatan Menkopolhukam dan Sri Mulyani Indrawati yang
menggawangi kembali jabatan Menteri Keuangan.
Wiranto pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid pernah
menduduki jabatan Menkopolhukam kurang dari lima bulan, yakni sejak 26
Oktober 1999 hingga 15 Februari 2000. Mantan Panglima TNI (16 Februari
1998 hingga 26 Oktober 1999) merangkap Menhankam (14 Maret 1998 hingga
20 Oktober 1999) itu pernah terkena "reshuffle" oleh Presiden
Abdurrahman Wahid.
Sri Mulyani pada masa pemerintahan Presiden Yudhoyono pernah
menduduki jabatan Menteri Keuangan pada Kabinet Indonesia Bersatu II (7
Desember 2005 hingga 20 Mei 2010) dan sempat merangkap menjadi Pelaksana
Tugas Menko Perekonomian pada 13 Juni 2008 hingga 20 Oktober 2009.
Wanita pertama yang menjadi Menteri Keuangan terbaik Asia tahun 2006 itu
kemudian menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia di Washington DC,
Amerika Serikat, sejak 1 Juni 2010, sekaligus menjadi orang Indonesia
pertama yang menduduki jabatan itu.
Sebelumnya Sri Mulyani pernah menduduki jabatan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada Kabinet Indonesia Bersatu (21
Oktober 2004 hingga 7 Desember 2005).
Kembalinya kedua tokoh pada jajaran pemerintahan kini tampaknya
performa dan pengalaman keduanya dalam mengemban berbagai penugasan
sehingga telah teruji kecakapannya.
Mensesneg Pratikno saat memperkenalkan kembali Sri Mulyani dan
Seskab Pramono Anung saat memperkenalkan kembali Wiranto, sama-sama
menyampaikan kemampuan Sri Mulyani dan Wiranto dalam berbagai penugasan
dan menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
Latar belakang Wiranto sebagai Ketua Umum Partai Hanura di jajaran
pemerintahan juga bakal membawa konsekuensi bahwa salah satu partai
pemerintah itu harus segera mencari pemimpin baru untuk memimpin Hanura.
Perombakan kabinet kali ini juga langsung "menggilas" dua kader
andalan Hanura, yakni Yuddy Chrisnandi dari jabatan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Saleh Husin
dari jabatan Menteri Perindustrian yang mereka sandang sejak 27 Oktober
2014.
Yuddy yang juga guru besar di Universitas Nasional, Jakarta, dari
sisi usianya yang 48 tahun masih terbilang muda tetapi sudah terkena
"reshuffle". Yuddy melepaskan jabatan Menteri PANRB (Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) untuk politisi PAN (Partai
Amanat Nasional) Asman Abnur yang berusia 55 tahun. Asman dari politisi
PAN menjadi Menteri PANRB.
Asman sejak 2004 hingga kini juga masih tercatat sebagai anggota
DPR RI dari Fraksi PAN. Dengan posisinya sebagai menteri, dia harus
melepas jabatannya sebagai anggota DPR RI.
Tokoh yang belum terlalu tua yang terpental dari Kabinet Kerja kali
ini juga dialami oleh politisi Partai NasDem Ferry Mursyidan Baldan, 55
tahun, dan posisinya sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala
Badan Pertanahan Nasional (BPN) digantikan oleh sosok gaek Sofyan Djalil
yang berusia 62 tahun. Yuddy dan Ferry sama-sama merupakan "alumni
politisi Partai Golkar".
Sofyan Djalil selalu terkena "reshuffle" pada pemerintahan Presiden
Jokowi tetapi masih berada di jajaran kabinet karena hanya mengalami
pergeseran, dari Menko Perekonomian pada 2014 lalu ke Menteri
Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas pada 2015, dan sejak kini
menjabat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN.
Sofyan Djalil tampaknya menorehkan rekor atas namanya sendiri dalam
tiga tahun terakhir berpengalaman menjabat jabatan tiga menteri secara
bergantian tiap tahun.
Pada pemerintahan Presiden Yudhoyono yakni pada Kabinet Indonesia
Bersatu, Sofyan Djalil menduduki jabatan Menteri Komunikasi dan
Informatika pada 21 Oktober 2004 hingga 9 Mei 2007 dan Menteri BUMN pada
9 Mei 2007 hingga 20 Oktober 2009.
Kedekatannya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi salah satu
faktor subyektif untuk mempertahankan jabatan menteri bagi Sofyan Djalil
karena bila dipandang dari sisi kinerja pada bidang yang dijabatnya,
tidak mungkin dalam tiga tahun terakhir ini bisa menjabat jabatan
menteri pada pos yang berbeda-beda.
Menteri yang terbilang masih muda tetapi terkena "reshuffle" adalah
Mendikbud Anies Baswedan yang berusia 47 tahun, dan jabatannya
digantikan oleh mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Muhajir Effendi yang berusia 52 tahun.
Fakta lain yang menarik dari perombakan kabinet kali ini adalah
menunjukkan kepiawaian Jokowi dalam menempatkan personel di jajaran
kabinetnya. Dua menteri sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Sumber Daya
Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said, yang kerap berpolemik dan
berbeda kepentingan dalam kebijakan mereka, diganti dua-duanya.
Posisi Menko Kemaritiman kini dijabat oleh Luhut Binsar Pandjaitan
yang merupakan sosok kuat dan menonjol saat memegang jabatan
Menkopolhukam sehingga di jajaran menteri bidang polhukam kondisinya
lebih baik dan terkoordinasi secara harmonis dibandingkan dengan kondisi
pada jajaran koordinasi kemaritiman.
Dengan pengalaman itu, menjadi bekal bagi Luhut untuk menyatukan
derap langkah di jajaran kemaritiman, terlebih mulai menyeruak kasus
besar di bidang kemaritiman, seperti konflik Laut China Selatan,
kapal-kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia, kepastian untuk
memenuhi target pemerintah 2014-2019 untuk menyediakan listrik sebesar
35 ribu MegaWatt, dan mempercepat penyelesaian pembangunan infrastruktur
dan transportasi.
Soal "bagi-bagi kue kekuasaan" partai politik di jajaran
pemerintahan Presiden Jokowi juga menunjukkan fakta menarik. PDI
Perjuangan sebagai partai pengusung pemerintahan yang utama tidak
mendapatkan tambahan jatah kursi menteri sehingga tetap lima (Menko PMK
Puan Maharani, Seskab Pramono Anung, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkumham
Yasonna Laoly, dan Menkop AAGN Puspayoga).
Menteri dari PKB juga tetap empat tetapi terjadi pergantian kader
PKB yang menjabat Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi dari Marwan Jafar kepada Eko Putro Sanjoyo yang sebelumnya
menjabat Bendahara Umum PKB. Eko dipastikan juga melepas jabatan di
partainya. Selain itu kader PKB yang menjadi menteri adalah Mensos
Khofifah Indar Parawanasa, Menpora Imam Nahrawi, dan Mennaker Hanif
Dhakiri.
Menteri dan pejabat setingkat menteri dari Partai NasDem tetap tiga
dengan masuknya Enggartiasto Lukito sebagai Menteri Perdagangan dan
keluarnya Ferry Mursyidan Baldan dari Menteri Agraria, Menteri Kehutanan
dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, dan Jaksa Agung HM Prasetyo.
Menteri dari Partai Hanura berkurang dari dua menjadi satu orang,
yakni keluarnya Yuddy dari jabatan Menteri PANRB dan Saleh Husin dari
Menteri Perindustrian dan masuknya Wiranto ke Menkopolhukam.
Menteri dari PPP tetap satu orang yakni Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Menteri baru dari PAN masuk satu orang yakni Asman Abnur.
Menteri baru dari Partai Golkar masuk satu orang yakni Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto sehingga kader Golkar yang menduduki
jabatan menteri bertambah menjadi dua orang, dari sebelumnya ada yakni
Luhut Binsar Pandjaitan yang menjabat Menko Kemaritiman.
Sementara jabatan Wakil Menteri bertambah dari dua orang menjadi
tiga orang, dari Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir dan Wakil Menteri
Keuangan Mardiasmo yang telah ada, bertambah satu orang yakni Wakil
Menteri Perindustrian Franky Sibarani yang sebelumnya menjabat Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kepala BKPM kini dijabat oleh
Thomas Lembong yang sebelumnya menjabat Menteri Perdagangan.
Sejak Presiden Jokowi mengumumkan Kabinet Kerja pada 26 Oktober
2014 hingga "reshuffle" pertama pada 12 Agustus 2015 dan "reshuffle"
kedua pada 27 Juli 2016, jabatan Menteri yang selalu berganti pada pada
jabatan Menkopolhukam dari Tedjo Edhy Purdijatno ke Luhut, lalu kini ke
Wiranto; Menko Kemaritiman dari Indroyono Soesilo ke Rizal Ramli, lalu
kini ke Luhut; dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas dari Andrinof Chaniago ke Sofyan Djalil lalu kini ke Bambang
Brojonegoro; dan Menteri Perdagangan dari Rahmat Gobel ke Thomas Lembong
lalu kini ke Enggartiasto.
Terpenting bukanlah tidak diganti atau selalu digantinya menteri
yang ada tetapi bagaimana Kabinet Kerja ini benar-benar dapat bekerja
secara efektif dan efisien untuk menjalankan program pembangunan dan
menggerakkan roda pemerintahan hingga 2019 yang membawa kemakmuran dan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Walaupun perombakan kabinet menampilkan beragam fakta menarik,
pencapaian kinerja Kabinet Kerja ke depan, amat ditentukan dari cara
kerja mereka apakah dapat bersinergi dan berkoordinasi lebih baik dari
sebelumnya dengan tantangan yang lebih berat.
Tentu saja kita berharap Kabinet Kerja dengan komando dari Presiden
Jokowi ini dapat mencapai hasil kerja yang optimal dan memuaskan. (WDY)
Beragam Fakta Menarik dari Perombakan Kabinet
Kamis, 28 Juli 2016 8:00 WIB