Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika berpandangan seringkali inovasi yang ingin dilakukan oleh kepala daerah harus berbenturan dengan peraturan yang berlaku, padahal terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Kami mau inovasi dilakukan dengan cepat namun birokrasi terkadang terlalu panjang dan tidak bisa dilompati dan peraturan tidak mengizinkan inovasi tersebut untuk berjalan," kata Pastika pada Pembukaan Musyawarah Komisariat Wilayah (Muskomwil) IV Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), di Denpasar, Kamis.
Selain itu, menurut dia, untuk menjalankan sebuah inovasi dituntut adanya suatu keberanian dari pemimpinnya. Melakukan inovasi tidaklah mudah, walaupun punya pikiran tapi tidak berani melakukannya maka inovasi juga tidak akan bisa berjalan.
"Karena sebuah inovasi yang identik dengan perubahan harus dimulai oleh orang yang berani, dikawal oleh orang pintar dan diselesaikann oleh orang yang tulus ikhlas," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Pastika menyampaikan bahwasannya keberhasilan program pembangunan daerah Bali sangat tergantung pada dukungan sinergis dari pemerintah kabupaten/kota.
Hingga saat ini kerja sama dan koordinasi program pembangunan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali berjalan dengan baik dan harus terus dimantapkan mengingat tantangan pembangunan kedepan semakin kompleks.
Ia pun menekankan sekat-sekat otonomi daerah harus dihapuskan dan sebaliknya otonomi daerah harus dijadikan dasar untuk mengakselerasi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. "Terkadang kami rajin membuat tembok sebagai pembatas, namun kami lupa untuk membuat jembatan sehingga kami terkukung dalam tembok tersebut," kata Pastika.
Oleh karena itu, dia berharap sinergitas antara kabupaten/kota akan terus meningkat serta berharap kondisi pembanguanan Bali dapat menjadi referensi untuk dibahas dalam pertemuan APEKSI kali ini. Hasil serta rumusan pertemuan akan memberikan sumbangan penting bagi keberlanjutan daerah Bali melalui peran Pemerintah Kota Denpasar.
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Dr Sumarsono mengatakan perubahan pola manajemen pemerintahan sudah sangat diperlukan sehingga tidak membelenggu kreativitas dari pimpinan daerah.
"Jangan khawatir dalam melakukan inovasi, inovasi daerah bukan objek hukum pidana," ujarnya.
Di samping itu, Sumarsono menyampaikan Ditjen Otda saat ini sedang menggodok proses pembatalan lebih dari 3.000 perda serta lebih dari 42.000 peraturan tingkat menteri. "Indonesia sulit maju karena terjerat dengan peraturan yang dibuat sendiri," katanya.
Untuk itu pihaknya sedang melakukan penyisiran dan revisi kembali semua peraturan peraturan yang ada khususnya peraturan yang sudah tidak relevan serta pertauran yang menghambat investasi karena untuk mendapatkan hasil pembangunan daerah yang baik, di samping dibuktikan dengan pelayanan publik yang baik juga harus didukung oleh regulasi yang baik pula.
Dalam kesempatan tersebut Dirjen Otda juga menyampaikan bahwa pihaknya juga telah melakukan inovasi terhadap pelayanan publik dengan membuka Program E-Perda. Provinsi ataupun kabupaten/ kota di seluruh Indonesia dapat melakukan registrasi serta konsultasi masalah rancangan peraturan daerahnya melalui E Perda bahkan masyarkat umum juga bisa mengakses serta bertanya langsung mengenai suatu perda yang telah dikeluarkan sehingga era keterbukaan informasi akan terwujud.
Di hadapan para peserta APEKSI Wilayah 4 ini, Sumarsono juga mengingatkan para wali kota agar selalu melakukan koordinasi ke gubernur daerah masing-masing serta mengkonsultasikan permasalahan yang dihadapi di tingkat kota dengan pihak provinsi, mengingat gubernur adalah perpanjangan pemerintah pusat di daerah. (WDY)