London (Antara Bali) - Duta Besar/Wakil Tetap Republik Indonesia unuk
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi internasional di Wina,
Austria, Rachmat Budiman menegaskan pentingnya masyarakat internasional
memberikan perhatian khusus terhadap kejahatan transnasional
terorganisir di bidang perikanan.
Pandangan Indonesia tersebut disampaikan pada pembahasan agenda
khusus mengenai kejahatan yang semakin berkembang pada Pertemuan ke-25
Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (25th session
Commission on Crime Prevention and Criminal Justice/CCPCJ) di Wina,
Austria, demikian Minister Counsellor, Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) Wina, Dody Sembodo Kusumonegoro, kepada ANTARA News London.
Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah
disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kejahatan
transnasional terorganisir untuk melakukan kejahatan lintas batas.
Rachmat Budiman menekankan perlunya memperkuat kerjasama
negara-negara untuk memerangi kejahatan terorganisir lintas batas yang
makin berkembang terutama kejahatan perikanan dan kejahatan lainnya
seperti perdagangan gelap benda-benda budaya, flora dan fauna yang
dilindungi, dan kejahatan siber.
Dalam kaitan ini, Indonesia mendorong seluruh negara dan Kantor PBB
untuk urusan obat-obatan dan kejahatan (United Nation Office on Drugs
and Crime/UNODC) untuk saling memperkuat berbagai langkah mencegah dan
memerangi kejahatan tersebut.
Menindaklanjuti pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi
Pudjiastuti, sebagai Ketua Delegasi Indonesia pada pembukaan Sidang
CCPCJ tersebut, Rachmat Budiman secara khusus menekankan bahwa kejahatan
perikanan merupakan salah satu jenis kejahatan transnasional
terorganisir baru yang menjadi persoalan dan ancaman bagi banyak negara.
Pada kesempatan pembukaan Sidang CCPCJ, Susi Pujiastuti menyatakan,
antara lain kejahatan perikanan oleh kelompok kejahatan transnasional
terorganisir telah menjadi ancaman terhadap ekonomi, lingkungan dan
kehidupan sosial tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak
negara.
Ia pun menngungkapkan pengalaman Indonesia menunjukkan banyak pihak
yang melakukan kejahatan perikanan terlibat pula dalam aktivitas
kejahatan transnasional terorganisir lainnya, seperti pencucian uang,
suap, penyelundupan obat-obatan terlarang (narkoba), perdagangan orang,
kejahatan perpajakan, penyelundupan barang-barang, dan penyelundupan
satwa langka yang dilindungi.
Meskipun dampak negatif kejahatan perikanan sangat merugikan banyak
negara, Pemerintah Indonesia menyayangkan perhatian masyarakat
internasional terhadap kejahatan masih rendah. Keadaan tersebut
diperburuk oleh rendahnya komitmen nyata negara-negara untuk memerangi
kejahatan tersebut.
Rachmat Budiman menyampaikan perlunya Komisi dan masyarakat
internasional memberikan perhatian lebih serius terhadap fenomena global
kejahatan perikanan.
Hal tersebut diharapkan dapat mendorong negara-negara untuk
melakukan tindakan nyata dalam memperkuat kerja sama internasional guna
memerangi kejahatan transnasional terorganisir di bidang perikanan
secara efektif.
Pada kesempatan tersebut Rachmat Budiman menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada negara-negara anggota komisi, peninjau,
organisasi internasional dan lembaga swadaya masyarakat yang telah
berpartisipasi dan berkontribusi pada pelaksanaan "High Level Side Event
on Transnational Organized Fisheries Crime" pada 23 Mei 2016 di Wina.
Kegiatan itu diselenggarakan Indonesia bekerja sama dengan Norwegia
dan UNODC, di Susi Pudjiastuti menjadi salah satu pembicara utama.
Rachmat Budiman menyampaikan pelaksanaan konferensi regional di Bali
bulan Mei 2016 yang membahas dan menjajaki pembentukan sebuah konvensi
regional untuk memberantas "IUU Fishing" dan kejahatan perikanan.
Kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia
untuk mendorong perhatian masyarakat internasional memerangi kejahatan
tersebut.
CCPCJ dibentuk tahun 1992 oleh "the Economic and Social Council"
(ECOSOC) melalui Resolusi 1992/1 dan berfungsi sebagai "policymaking
body" di bawah PBB dalam bidang pencegahan kejahatan dan peradilan
pidana.
CCPCJ memiliki mandat memperkuat langkah internasional dalam
memerangi kejahatan nasional dan transnasional serta meningkatkan sistem
administrasi peradilan pidana yang efektif dan berkeadilan.
Sidang CCPCJ dilaksanakan satu tahun sekali sejak tahun 1992, dan
telah memberikan kontribusi dalam memperkuat kebijakan nasional dan
internasional dalam bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana.
CCPCJ beranggotakan 40 negara yang terpilih untuk melaksanakan
mandat CCPCJ selama tiga tahun. Indonesia merupakan salah satu anggota
CCPCJ sejak 2012 dan mengakhiri keanggotaan pada Desember 2015. (WDY)
Indonesia Tegaskan Perhatian Khusus Kejahatan Perikanan
Sabtu, 28 Mei 2016 8:17 WIB