Bangli (Antara Bali) - Kabupaten Bangli, Bali, mengekspor 1,5 ton kopi arabika per tahun ke Amerika, Jepang dan Prancis yang sangat menyukai cita rasa kopi yang terutama dihasilkan masyarakat Kintamani sebagai produsen utama kopi di daerah itu.
"Kopi arabika Kintamani, Bangli ini rasanya khas sedikit asam berbeda dengan produk kopi daerah lainnya yang rasanya pahit," kata Kadis Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bangli, Anak Agung Ngurah Shamba dalam kegitan Media Informasi Pembangunan Biro Humas Provinsi Bali , di Desa Catur, Kamis.
Dalam kegiatan tersebut diikuti Kabag Umum Pengumpulan Informasi Biro Humas Pemprov Bali Sukra Negara, salah satu kepala seksi Ida Bagus Rudra dan jajaran Forum Pemred media cetak dan elektronik di Bali.
Menurut dia, kopi arabika dari Kintamani menjadi unggulan petani di daerah itu, sehingga pihak Dinas Pertanian Bangli juga mendorong upaya mengembangkan komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi itu.
Ia menerangkan, untuk luas lahan kopi arabika di Kintamani mencapai 12.000 hektare dan sebanyak 500 hektare di antaranya ditanam masyarakat Desa Catur.
"Saat ini kami mencatat untuk lahan kopi yang sudah digarap petani diseluruh Kabupaten Bangli mencapai 6.000 hektar," ujarnya.
Agung Shamba menerangkan, Dinas Pertanian bersama petani terus berusaha mengembangkan dan meremajakan lahan agar produksi kopi meningkat.
Pihaknya menjelaskan, untuk produksi kopi mentah per hektarnya mencapai tujuh hingga delapan ton. "Saat ini harga kopi mentah (gelondong) Rp4.000 per kilogramnya," ujarnya.
Ia mengakui, dengan adanya komoditas kopi ini dapat menyerap tenaga kerja dari Desa setempat yang dikelola angota subak Triguna karya Desa Catur, Bangli.
Ke depannya tetap bertahan dengan produksi kopi dan meningkatkan pola tanam yang tumpang sari (disferivikasi) antara jeruk dan kopi. "Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya alih fungsi lahan ditengah persaingan komoditas kopi," ujarnya.
Ia mengakui, fluktuasi harga kopi terjadi setiap tiga tahun sekali sehingga saat panen raya harga kopi turun derastis, sebaliknya saat tidak panen harga kopi merangkak naik.
Oleh sebab itu, sangat mempengaruhi perekonomian para petani kopi sehingga dilakukan pola tanam tumpang sari tanam antara buah jeruk dan kopi.
"Dengan adanya pola itu, saat harga jeruk turun pada Mei-Agustus, maka petani dapat menjual hasil panen kopi yang mengalami kenaikan harga sehingga saling menguntungkan," ujarnya.
Upaya itu, kata dia, untuk mempertahankan kopi di daerah Kintamani dan berkembangnya produksi buah jeruk di Kabupaten Bangli. (WDY)
Bangli Ekspor 1,5 Ton Kopi Arabika
Jumat, 13 November 2015 7:19 WIB