Denpasar (Antara Bali) - Sebanyak 12 dekan fakultas pertanian dari sejumlah perguruan tinggi di Provinsi Bali bersama aktivis lembaga swadaya masyarakat membuat kesepakatan bersama untuk membantu menyejahterakan para petani.
Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana (Unud) Denpasar Prof Wayan Windia, Senin, mengatakan bahwa kesepakatan tersebut untuk mendapatkan solusi terbaik bagi petani yang selama ini terpinggirkan.
Dekan dan aktivis LSM akan memperjuangkan dan mengusulkan kepada pemerintah agar sawah yang digunakan untuk pertanian dibebaskan dari pajak bumi dan bangunan (PBB).
Pembebasan tersebut, menurut Windia, dengan cara merevisi Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 yang diubah menjadi UU Nomor 12/1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan menjadi undang-undang tentang pajak bangunan.
"Untuk legalitas kepemilikan dan antisipasi mneningkatnya laju alih fungsi lahan, sebaiknya pemerintah memfasilitasi terbitnya sertifikat tanda bukti kepemilikan lahan bagi para petani," ujarnya.
Selain itu, pihaknya mendorong pendirian koperasi tani untuk memfasilitasi penyediaan input dan pengelolaan "output" sektor pertanian dan aktivitas lainnya pada setiap subak di Bali atau perkumpulan petani di Indonesia.
Kesepakatan tersebut juga berisi tentang perubahan pola pikir petani dan sikap mental kewirausahaan agribisnis melalui penguatan kelembagaan dan penyuluhan pertanian yang berkesinambungan.
Pihaknya mendorong pemerintah untuk menetapkan lahan sawah abadi dan subak abadi di Bali dengan dengan memperhatikan kesejahteraan petani dan subak.
Hal itu sangat penting untuk pelestarian subak sebagai warisan budaya dunia (WBD).
Selain para dekan, kesepakatan ditandatangani pengurus Himpunan Kontak Tani Nelayan Andalan (HKTI), Himpunan Indonesia-Tionghoa (Inti), dan LSM yang peduli terhadap nasib petani dan kelangsungan sektor pertanian di Bali. (WDY)