Denpasar (Antara Bali) - Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana, Prof. Dr. Wayan Windia memaparkan konsep dan nilai-nilai organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak) pada simposium World Culture Forum (WCF) 2016 di Nusa Dua, Kabupaten Badung.
Ia mengatakan di Denpasar, Sabtu, bahwa air di Bali adalah bagian dari kehidupan, baik untuk kehidupan nyata dan tak nyata. Subak berperan dalam mengelola air irigasi secara adil, agar bermanfaat untuk kehidupan petani secara keseluruhan.
"Subak di Bali eksis karena topografi alam Bali yang miring. Air untuk alam kehidupan Pulau Bali bersumber dari danau yang ada di puncak tanah Pulau Bali. Tanpa ada danau di puncak Pulau Bali, maka mungkin tak ada kehidupan sistem subak seperti sekarang," kata Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud itu.
Subak juga berperan sebagai bamper kebudayaan Bali. Untuk itu pemerintah harus memberikan perhatian yang serius, agar subak di Pulau Dewata tetap eksis, khususnya untuk keberlanjutan eksistensi subak di kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD).
Windia adalah satu-satunya akademisi di Bali yang diundang dalam forum global tersebut. Ia bergabung dengan presenter dari ahli-ahli lain di dunia. Mereka adalah Prof. Satako (Jepang), Prof. Semsar Yazdi Iran), dan Dr. Hendro Sangkoyo (Indonesia).
Sebagai moderator, Prof. Shinsuke Ota (Jepang). Mereka semuanya, membahas topik: Air Untuk Kehidupan. Bahasan yang mirip Windia dipresentasikan oleh Yazdi, yang bercerita tentang sistem Qanat di Iran.
Namun menurut Windia, peranan subak lebih banyak, yakni melakukan kegiatan ritual. Banyak sekali ritual yang harus dilaksanakan subak di Bali, sejak mulai menjemput air hingga sebelum panen. Itulah sebabnya subak diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. Pelaksanaan upacara adalah basis dari kebudayaan.
Menurut Windia, saat ini sistem subak di Bali dalam keadaan sekarat. Dalam waktu cepat pasti akan lenyap, kalau tidak ada tindakan nyata yang strategis dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota di Bali.
Untuk itu harus didorong agar petani merasa senang dan bahagia sebagai petani. Caranya, pendapatan mereka harus bisa dinaikkan. Bisa dengan membebaskan dari pajak bumi dan bangunan (PBB), menjamin sistem irigasi yang ada pada subak, memberi subsidi dan kegiatan ekonomi pada subak.
Dalam hal ini peranan pemerintah harus nyata berpihak kepada petani dan sektor pertanian. Zaman dahulu peranan raja sangat penting. Tetapi sekarang peranan raja itu harus digantikan oleh pemerintah ujar Prof Windia.
Di samping itu pemda harus juga segera membuat perda tentang sawah dan subak abadi. Keterangan dan pernyataan Prof. Windia tersebut mendapat tanggapan dan sambutan yang nyata dari peserta sidang.
Untuk itu Windia meminta agar forum dapat memberikan pernyataan dan tekanan kepada pemerintah agar segera menyelamatkan sistem subak di Bali dari kepunahannya.
World Culture Forum (WCF) 2016 mengusung kebudayaan pada sistem irigasi tradisional khas Bali atau Subak sebagai salah satu solusi menghindari konflik sebagai dampak berkembangnya era modernisasi. (WDY)
Prof Windia Perkenalkan Subak Dalam WCF 2016
Sabtu, 15 Oktober 2016 10:38 WIB