Gianyar (Antara Bali) - Wakil Bupati Gianyar, Bali, Made Mahayastra, meminta organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (Subak) dan Subak Abian (lahan kering) yang merupakan tradisi bercirikan masyarakat sosio-agraris harus dijaga dan dilestarikan.
"Dengan ditetapkannya Subak sebagai warisan dunia oleh UNESCO, berarti semakin memperkuat tekad serta semangat bersama untuk mempertahankan keberadaan Subak," katanya pada acara pengukuhan Majelis Subak/Subak Abian Madya Kabupaten Gianyar dan Majelis Subak/Subak Abian Alit se-kecamatan di Gianyar, Selasa.
Wabup Mahayastra menegaskan bahwa masalah kependudukan dan alih fungsi lahan pertanian yang akhir-akhir ini digunakan kepentingan pembangunan akomodasi seperti hotel, villa, bungalow dan restoran juga dapat mengancam keberadaan Subak.
"Sudah menjadi tanggung jawab kita untuk menjaga dan melestarikan Subak agar kedepannya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas," ujar wabup Mahayastra.
Menurut dia, penetapan UNESCO untuk Subah itu menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kelestarian budaya dan keberadaan Subak, khususnya Gianyar yang merupakan salah satu daerah tujuan wisata.
Dengan dikukuhkannya Majelis Subak/Subak Abian Madya Kabupaten Gianyar dan Majelis Subak/Subak Abian Alit Kecamatan akan dapat bersama-sama membangun daerah, khususnya bidang adat dan budaya.
"Terpenting adalah keberadaan Majelis Subak/Subak Aabian Madya Kabupaten Gianyar mampu memproteksi permasalahan yang muncul, terutama di kawasan persubakan," ujarnya.
Kepengurusan Majelis Subak/Subak Abian Madya Kabupaten Gianyar periode 2013-2018 Ketua Umum I Nyoman Soma Wirawan, S.Sos, Ketua I I Wayan Gede Suastika, SH, Ketua II I Nyoman Ardana, Ketua III I Wayan
Pali, Ketua IV I Dewa Made Mudra, Ketua V I Made Suardana, Sekretaris Umum I Nyoman Latra, dan Bendahara Umum I Nyoman Winung, SH. (WDY)