Karangasem (ANTARA) - Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengajak masyarakat menjaga kelestarian subak yang diakui Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia terkait sistem pengairan persawahan di daerah itu.
"Mari kita bersama menjaga sistem pengairan tradisional yang sudah sejak dulu digunakan dan memberikan pengairan sawah secara adil dan merata, sekaligus penghidupan kepada petani dan seluruh masyarakat di Bali," kata dia di Karangasem, Jumat.
Saat membuka sekolah lapangan "8th Bali Internasional Field School For Subak 2022" itu, ia mengatakan keberadaan subak di "Pulau Dewata" --sebutan untuk Bali-- sejak lama dibuktikan dalam sejumlah prasasti. Keaslian sistem organisasi subak sebagai produk budaya juga diperkuat dalam lontar Markandeya Purana.
Ia mengatakan eksistensi subak sebagai lembaga tradisional bersifat sosio, agraris, dan religius hingga saat ini tidak terlepas dari keyakinan masyarakat Bali terhadap konsep Tri Hita Karana.
Baca juga: Cok Ace: Penanganan sampah perlu diubah mulai dari hulu
"Konsep Tri Hita Karana adalah sebuah filosofi harmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, serta hubungan manusia dengan lingkungan alamnya," ujar Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati yang sering dipanggil Cok Ace itu.
Ia mengatakan sawah di Bali menjadi tempat yang disucikan, mengingat diyakini sebagai tempat "berstana" Dewi Sri, simbol kemakmuran. Upaya menyucikan kawasan subak dilakukan dengan berbagai upacara berdasarkan agama Hindu.
Wagub Cok Ace yang berasal dari Ubud tersebut, mengatakan upaya lain menjaga subak melalui peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat, salah satunya melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak. Pada 29 Juni 2012, UNESCO menetapkan subak sebagai warisan budaya dunia.
"Sepertinya hal ini tidak berlebihan mengingat masih terjaganya keindahan alam Bali serta keluhuran budayanya hingga saat ini sangat jarang ditemukan di daerah lain," katanya di hadapan para delegasi World Planning School Longress dan Asian Planning School Association Longress.
Ketua panitia kegiatan itu, Clatrini Pratihari Kubontubuh, menyampaikan International Field School merupakan kegiatan untuk mengetahui langsung subak sebagai tata kelola sistem pengairan secara tradisional yang melibatkan peran teknologi digital dalam pelestarian.
Baca juga: Wagub: Bali perlu harga tiket penerbangan yang lebih wajar