Denpasar (Antara Bali) - Kepala Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia menilai, sektor pertanian semakin terpinggirkan, padahal telah digerakkan oleh mayoritas rakyat Indonesia, sebelum pemerintah mengubah pandangan dan paradigma pertanian.
"Padahal selama ini sektor pertanian tetap saja dibangun dan dikembangkan untuk menjadi sumber bahan pangan yang murah," kata Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, pengembangan sektor pertanian yang kini menjadi prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan harapan mampu meraih kembali swasembada pangan dalam kurun waktu tiga tahun mendatang didasarkan atas berbagai keunggulan. Keunggulan mengembangkan sektor pertanian itu antara lain mampu sebagai tumbal ketahanan pangan nasional, bemper ketenagakerjaan dan tumbal inflasi.
Selain itu menjadi faktor ekonomi yang sangat menentukan terlaksananya revitalisasi sektor pertanian yang memiliki nilai tambah tinggi, produktivitas dan kualitas produk yang maksimal. Windia mengingatkan, hal ini hanya bisa terjadi, jika pemerintah melaksanakan kebijakan subsidi, proteksi, dan promosi yang optimal.
Jika tidak Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (PRPPK) hanyalah sebuah cita-cita, retorika, dan wacana akhirnya sektor pertanian lambat laun akan menuju kebangkrutan.
Windia mengingatkan, Di Bali ciri-ciri kearah kebangkrutan sektor pertanian mulai tampak, yang tercermin dari sumbangan sektor primer (pertanian) terus menurun karena sekarang hanya tinggal 19 persen. Demikian pula tenaga kerja yang bekerja di sektor primer (pertanian) masih sangat besar yakni sekitar 48 persen, sementara pertumbuhannya paling kecil yakni hanya 2,1 persen. Kebangkrutan sektor pertanian juga tercermin dari enggannya anak-anak muda yang agak berpendidikan untuk terjun ke sektor pertanian dan alih fungsi lahan sawah terus bergerak, yakni di Bali sekitar 750 hektare per tahun, ujar Prof Windia. (WDY)