Denpasar (Antara Bali) - Staf Pengajar Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr I Ketut Sumadi mengungkapkan, sosok wartawan sebagai manisfestasi cahaya kebaikan Tuhan, karena melalui tangan terampilnya menyajikan informasi (berita) yang mencerahkan.
"Menjadi wartawan sebetulnya sebagai pekerjaan mulia untuk memperbesar tabungan akhirat, menjalankan fungsi pers dalam tatanan dan koridor spiritual untuk kebaikan seluruh manusia di bumi," ujarnya dalam diskusi pers yang diselenggarakan Pemprov Bali di Denpasar, Rabu.
Sebagai pembicara pada acara itu antara lain, Pemred Fajar Bali Imanuel Dewata Ojja, Ketua KPID Provinsi Bali AA Gede Rai Sahadewa, SH, sedangkan sebagai moderator Ida Bagus Ludra dari Biro Humas Pemprov Bali. Para peserta dari kalangan akademisi, ormas dan para guru SLTA serta lainnya.
Sumadi yang juga mantan wartawan ini melanjutkan, sebagai insan pilihan Tuhan memiliki tugas utama menyebarkan kebaikan dengan mengemas berita dalam tatanan sepiritual, dan budaya, sebagai roh dan kekuatan masyarakat di Pulau Dewata.
Ia menjelaskan, masalahnya sekarang ini pers kehilangan roh spiritualnya karena sudah bergeser menjadi sebuah industri media yang sarat bisnis oriented dan terlibat persaingan untuk memenangkan peluang dan kesempatan dengan segala cara yang tidak sesuai dengan tatanan nilai yang berlaku.
Sementara itu, pengurus Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Gede Hermawa menyatakan, tokoh tokoh informal seperti tokoh agama, adat dan budaya sebagai inti kekuatan masyarakat Bali seharusnya dilibatkan dalam melakukan sensor terhadap materi pemberitaan pers.
"Karakter Bali cukup kuat dalam penataan terhadap nilai nilai agama, adat dan budaya, karena itu pemberitaan media akan berperan penting dalam pembangunan masyarakat Bali yang spiritual dan beradat," ujarnya.
Menurut dia, sekarang ini media massa yang seharusnya menjadi alat informasi justru menjadi alat provokasi, sebagai motivator justru menjadi provokator karena lepasnya tanggung jawab sosial dan moral dari pemilik modal dan ketidak mampuan sensor dari lembaga lembaga yang ada.
"Seharusnya ketika pemberitaan mengarah pada hal hal yang di luar aturan dan norma yang berlaku, perlu diberikan sanksi tegas untuk menimbulkan efek jera, bukan hanya sekedar imbauan," ujarnya.
Berbeda dengan Sumadi dan Hermawa, Pimred SKH Fajar Bali Drs Emanuel Dewata Oja (Edo) menyatakan pers adalah wajah masyarakat, karena itu pola perilaku masyarakat segala dinamikanya juga sangat mempengaruhi wajah pers.
Terlepas dari itu, katanya, jika ada pemberitaan pers yang merugikan masyarakat, baik secara pribadi atau kelompok, payung hukumnya sudah ada dalam UU No 40 tentang Pers yaitu dengan mengajukan hak jawab atau koreksi.
"Namun sering sekali dalam beberapa kasus yang terjadi mereka yang dirugikan pemberitaan pers tidak mau menggunakan hak jawabnya, tetapi lebih memilih mengejar wartawannya yang membuat berita atau redaksi dipaksa memberitahu narasumber yang dilindungi redaksi sesuai aturan berlaku," ujarnya. (WDY)
IHDN: Wartawan Cahaya Kebaikan Tuhan
Rabu, 3 Desember 2014 18:07 WIB