Semarang (Antara Bali) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan penyempurnaan aplikasi dan basis data (database) sistem informasi administrasi kependudukan dengan melakukan unifikasi antara SIAK dengan aplikasi kartu tanda penduduk elektronik itu merupakan suatu keniscayaan.
"Mendorong penggunaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di seluruh Indonesia dengan migrasi non-SIAK ke SIAK. Yang penting pembersihan data sampah data kependudukan," kata Mendagri melalui pesan singkatnya kepada Antara di Semarang, Senin.
Tjahjo Kumolo menjelaskan data kependudukan yang sudah terhimpun secara berkala harus ada perbaikan alur penyempurnaan aplikasi SIAK, lalu pembangunan sistem lahir, mati, pindah, dan datang (lampit) nasional secara terpusat.
"Sinkronisasi data kependudukan dengan lembaga negara atau institusi yang memiliki data kependudukan harus terjalin," tegas mantan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu.
Perhatian lain, lanjut Mendagri, adalah soal peningkatan sistem keamanan dan database, selain hal yang terkait dengan teknologi kartu "chip". "Hal ini akan dibahas oleh tim tersendiri secara tertutup," katanya.
Mendagri juga memandang perlu peningkatan keamanan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau KTP-el (singkatan versi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013) yang terkait dengan kegiatan audit terhadap sistem KTP-el. "Ini yang harus jadi perhatian khusus," katanya.
Mendagri juga mengemukakan kembali alasan penghentian sementara proyek KTP-el, antara lain evaluasi terhadap kualitas dan kuantitas data KTP-el yang sudah dihimpun; evaluasi sistem teknologi dan KTP-el; dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan publik dan sistem administrasi kependudukan (adminduk).
Selain itu, lanjut Tjahjo, evaluasi sistem keamanan dan data KTP-el, kemudian perlu inventarisasi ulang ketersediaan perangkat dan blangko yang sudah mulai terkirim, tetapi perlu seleksi.
Mengenai permasalahan data aplikasi dan database SIAK dan KTP-el, Tjahjo menjelaskan adanya dua basis data terpisah, yakni @database SIAK, data operasioanal pelayanan admin di daerah, dan @database KTP-el merupakan data awal dan hanya satu kali "update".
"Aplikasi ini indikasinya masih dikembangkan oleh pengembang luar (develop dari luar), pengembangan aplikasi dilakukan secara remote dari luar sehingga muncul potensi data kependudukan diambil oleh pihak yang tidak berhak," jelasnya.
Selain itu, menurut Mendagri, hal yang masih harus dicermati bahwa aplikasi dan database masih dikelola oleh vendor pelaksana yang dampaknya adanya dua database SIAK dan KTP-el menyebabkan tidak jelasnya acuan sebagai referensi data kependudukan.
"Kerahasiaan data pendudukan atau rahasia negara menjadi tidak terjamin. Wajar terjadi menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan KTP-el tidak dapat digunakan sebagai alat identifikasi penduduk. Ini yang dipersoalkan," katanya.
Mendagri menekankan bahwa "Basis KTP-el indikasi tidak akurat yang menyebabkan gagalnya integritas data pada instansi lain, misalnya Komisi Pemilihan Umum (KPU)." (WDY)