Denpasar (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali-Nusa Tenggara mengapresiasi adanya aturan desa adat atau "awig-awig" yang ikut mengawasi adanya praktik ilegal dari Pedagang Valuta Asing (PVA) tidak berizin yang ditemukan di desa terkait.
"Kami melihat itu suatu kerja sama yang baik sejauh tidak melampaui ketentuan dari BI," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali-Nusa Tenggara, Benny Siswanto di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, selama ini koordinasi desa adat dilakukan melalui Asosiasi Valuta Asing yang diteruskan kepada bank sentral itu.
Sementara itu Ketua Asosiasi Valuta Asing Bali Ayu Astuti Dama menjelaskan bahwa khusus di wilayah Kabupaten Badung, ada tiga desa yang sudah menerapkan pengawasan di dalam awig-awig yakni di Kuta, Legian, dan Seminyak.
"Mereka sangat bagus bahkan PVA yang melanggar dikenakan denda Rp5 juta," ucapnya.
Bahkan, di Legian, Ayu menyebutkan bahwa aturannya lebih keras yakni dengan mengharuskan PVA tak berizin itu untuk membuat upacara "pecaruan" atau ritual pembersihan secara adat karena dianggap mengotori wilayah desa.
"Itu sudah dibuktikan. Kami kemudian rekomendasikan kepada Bank Indonesia untuk ditindaklanjuti," ujarnya.
Lebih lanjut Ayu menjelaskan bahwa di Pulau Dewata terdapat 122 kantor pusat PVA berizin yang memiliki kantor di Bali dengan 70 persen di antaranya berada di Kabupaten Badung.
Sedangkan total kantor cabang PVA berizin itu jumlahnya mencapai sekitar 600 unit PVA berizin.
Dalam waktu dekat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah III Bali-Nusa Tenggara akan meneken kerja sama dengan pihak kepolisian yang merupakan pembaharuan dari kerja sama dari temuan di lapangan, di samping dengan pihak kejaksaan. (WDY)
BI Apresiasi "Awig-Awig" Ikut Awasi PVA Ilegal
Selasa, 14 Oktober 2014 15:04 WIB