Jakarta (Antara Bali) - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemerasan pada sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM saat yang bersangkutan menjadi menteri 2011-2013.
"Saya memenuhi panggilan KPK hari ini sebagai lanjutan pemeriksaan saya. Sebagai Warga negara saya memenuhi panggilan KPK," kata Jero Wacik saat tiba di gedung KPK Jakarta sekitar pukul 10.45 WIB, Kamis.
Jero datang diantar dengan mobil Toyota Innova nomor polisi B 1693 FKB. Ia mengenakan jaket hitam dan kemeja biru ditemani sejumlah stafnya.
Namun Jero menolak untuk menjelaskan mengenai pemerasan yang disangkakan kepadanya.
"Nanti setelah pemeriksaan akan memberikan penjelasan kepada saudara, saya masuk dulu ya," kata Jero singkat.
Ia pun tidak berkomentar mengenai kemungkinan ia akan ditahan seusai menjalani pemeriksaan.
Pemeriksaan Jero Wacik kali ini merupakan pemeriksaannya sebagai tersangka yang pertama sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2 September 2014 lalu.
KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.
Hal itu diduga dilakukan Jero karena DOM sebagai menteri ESDM kurang dibanding saat menjabat sebagai Menteri Pariwisata.
DOM itu diduga mengalir ke sejumlah pihak antara lain Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa, mantan ketua Komisi VII DPR fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dan pimpinan media massa nasional Don Kardono.
Jero Wacik pernah menjabat sebagai Menteri Pariwisata periode 2004-2011 sebelum menjadi menteri ESDM pada 2011-2013.
Total dana yang diduga diterima oleh Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar.
Dalam kasus ini KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.
Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. (WDY)