Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) Stasiun Denpasar memiliki siaran unggulan yang mampu menjadikan media elektronik itu tetap eksis mengudara dan menarik perhatian pendengar di tengah pesatnya perkembangan media televisi.
Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 RRI pada 11 September lalu, RRI Stasiun Denpasar yang mengudara sejak 9 Nopember 1950 atau selama 64 tahun itu memiliki program unggulan yang digemari dan selalu dinanti-nanti masyarakat dari berbagai kalangan.
LPP RRI Denpasar kini mengelola empat programa siaran, salah satu di antaranya untuk penyangga dan pelestarian seni budaya Bali. Antara lain program siaran yang disebut "Dagang Gantal" yang mengajak masyarakat berperanserta secara aktif dalam siaran yang menekankan kelestarian seni budaya Bali.
Programa pada frekuensi 100 Mhz menjadi wahana dan media bagi masyarakat untuk berkesenian dan melakukan ekspresi kesenian secara meluas melalui siaran yang dapat dijangkau hingga pelosokan pedesaan, tutur Kepala LPP RRI Denpasar I Made Ardika SH MM.
Tiga programa lainnya terdiri atas programa satu pada frekuensi 88,6 Mhz yang diperkuat dengan stasiun relay yang berlokasi di Bukit Sega, Kabupaten Karangasem, dengan frekuensi 100,8 Mhz guna mengatasi daerah yang tidak menerima siaran (blanksport) di kawasan Bali timur.
Hal itu juga diperkuat dengan stasiun relay di Desa Tamblingan Bedugul, Kabupaten Tabanan, dengan frekuensi 99,5 Mhz untuk mengatasi daerah yang tidak terjangkau siaran di kawasan Bali barat dengan strategi penyiaran untuk pemberdayaan masyarakat.
Programa dua frekuensi 95,30 Mhz diarahkan untuk menampung kreativitas anak muda dan programa tiga pada frekuensi 100 Mhz untuk jaringan bertita nasional.
RRI Denpasar mengudara lima tahun sesudah RRI nasional mendapat perhatian khusus dari para seniman Pulau Dewata. Lewat siaran RRI itulah mendorong munculnya berbagai kelompok kesenian, baik tradisional maupun modern yang menghiasi udara siaran radio.
Pada awal mengudara, RRI berhasil menghimpun 300 sekaa (kelompok) kesenian Bali yang secara teratur mengisi jadwal siaran yang dipancarluaskan RRI Stasiun Denpasar yang kemudian melahirkan keluarga kesenian Bali (KKB) yang eksis hingga sekarang.
RRI sebagai media penyiaran publik mengemban tugas untuk memberikan layanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontral sosial serta pelestarian seni dan budaya dalam bingkai NKRI.
Hal lain yang tidak kalah penting membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, disamping RRI sebagai media pembangunan karakter bangsa, dengan misi mewujudkan lembaga penyiaran publik RRI sebagai radio berjaringan terluas, membangun karakter bangsa dan berkelas dunia.
Untuk itu seluruh angsakawan RRI berupaya untuk menegakkan independensi RRI dengan tekad sebagai lembaga penyiaran publik yang tidak memihak salah satu partai politik.
Penggalian dan pelestarian
RRI Denpasar yang dinilai mempunyai andil besar dalam penggalian, pengembangan dan pelestarian seni budaya Bali dan pada tahun 2007 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-49 Pemerintah Provinsi Bali memperoleh anugrah Seni Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Propinsi Bali.
Sekaa Wija Ratnadi yang menjadi cikal bakal terbentuknya keluarga kesenian Bali RRI Denpasar dalam perkembangannya berhasil mencetak seniman-seniman besar yang mengemban kelompok-kelompok (sekaa kesenian) di berbagai pelosok Pulau Dewata yang jumlahnya mencapai ribuan sekaa.
Sekaa Wija Ratnadi kemudian melebur diri menjadi kelompok kesenian "Candra Metu" yang kini dikenal sebagai Keluarga Kesenian Bali (KKB) yang sampai sekarang ini berkesinambungan memproduksi dramatari arja.
Tokoh-tokoh KKB dari generasi pertama antara lain Nyoman Ridet dari Padangsambian, Wayan Rindi seniman tari dari Banjar Lebah Denpasar, I Gusti Putu Made Geria, seniman tabuh dari Buagan Denpasar serta dalang terkenal Ida Bagus Ngurah dari Buduk dan I Gusti Kompyang Gelas tokoh Arja dan Cak dari Gianyar.
Tokoh-tokoh seniman itu dikenal luas masyarakat Bali, karena karya-karya pada zamannya itu sering menjadi duta seni ke mancanegara untuk memperkenalkan seni budaya Bali, sekaligus cikal bakal berkembangnya seni budaya Bali yang eksis hingga sekarang.
Sekaa Wija Ratnadi mengemban misi acara kesenian arja, yakni dramatari dan tembang daerah tradisional dengan tokoh arja terkenal antara lain Ribu, Monjong, Made Monog, Ruju, Candri, Rusni, Liges dan Cok Rai Partini.
Kelompok kesenian Wija Ratnadi kemudian melebur menjadi kelompok Kesenian Candra Metu yang akhirnya dikenal sebagai Keluarga Kesenian Bali (KKB) RRI Denpasar dan kini setengah abad lebih mengabdikan diri dalam menyangga dan melestarikan budaya Bali.
Sampai sekarang acara dramatari arja tetap disiarkan setiap hari Minggu jam 10.00-12.00 Wita. Dan siaran tersebut menjadi "Brand/merk" bahwa setiap hari Minggu selama dua jam itu ada siaran Arja di RRI Denpasar.
Keluarga Kesenian Bali RRI Denpasar dalam melestarikan seni budaya Bali, selain memproduksi dramatari juga gaguritan, palawakya, taman penasaran serta ikut membina masyarakat dalam seni olah vokal dalam acara dagang gantal dan tembang warga.
Dalam melestarikan seni budaya Bali, KKB RRI Denpasar senantiasa melakukan dharma bhaktinya kepada masyarakat dalam bentuk pesantian dan tabuh gamelan gong ke masyarakat dan Pura serta berperanserta secara aktif menyukseskan Pesta Kesenian Bali (PKB) dari tahun ke tahun yang kini sudah menginjak tahun ke-36. (WRA)