Denpasar (Antara Bali) - Bali meraup devisa sebesar 3,97 juta dolar AS dari ekspor ikan kerapu selama lima bulan pertama 2014, merosot 22,09 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,10 juta dolar AS.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, Senin mencatat realisasi perdagangan luar negeri ikan kerapu untuk volume berkurang 4,45 persen dalam kurun waktu yang sama.
Bali mengapalkan 526,79 ton ikan kerapu selama lima bulan pertama 2013, berkurang menjadi 503,29 ton pada kurun waktu yang sama 2014.
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Panasunan Siregar menjelaskan, pasaran Jepang menyerap 37,17 persen dari total ekspor ikan kerapu serta hasil perikanan dan kelautan dari Pulau Dewata.
Sisanya diserap pasaran Amerika Serikat sebesar 16,28 persen, menyusul Singapura 1,68 persen, Prancis 0,92 persen, Australia 4,77 persen, Italia 0,97 persen, Inggris 0,79 persen, Spanyol 1,04 persen, Hong Kong 5,26 persen dan Jerman 0,73 persen.
Sisanya sebanyak 30,40 persen diserap oleh berbagai negara lainnya, karena ikan kerapu hasil tangkapan nelayan Bali mampu bersaing di pasaran ekspor, ujar Panasunan Siregar.
Ikan kerapu mampu memberikan kontribusi sebesar 1,85 persen dari total ekspor Bali yang mencapai 215,04 juta dolar AS, turun 0,87 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya tercatat 216,92 juta dolar AS.
Ikan kakap merupakan salah satu dari sebelas jenis hasil perikanan dan kelautan Bali yang menembus pasaran luar negeri. Khususnya untuk komoditas perikanan itu seluruhnya menghasilkan devisa 41,77 juta dolar AS atau 19,42 persen dari total ekspor yang diraih Bali. Bali menjadi pionir produsen kerapu dan benih bandeng di Indonesia berkat dukungan Balai Besar Riset Perikanan Budidaya laut yang ada di Gondol, Kabupaten Buleleng, Bali utara.
Masyarakat pesisir dan nelayan di sepanjang pantai utara Bali, khususnya di Kecamatan Grokgak mampu mengadopsi rekayasa teknologi pembenihan kerapu dan bandeng atau yang lebih dikenal dengan "hatchery" skala rumah tangga (HSRT).
HSRT berkembang di sepanjang pantai mencapai 2.000 unit memproduksi benih kerapu dari telor sampai menjadi benih ukuran lima hingga tujuh sentimeter.
Nelayan untuk membesarkan bibit hingga mencapai ukuran tersebut membutuhkan waktu selama 25 bulan dan selanjutnya benih tersebut dibesarkan dalam keramba jaring apung (KJA) selama delapan bulan hingga siap dipanen untuk ekspor.
Benih kerapu yang dihasilkan Bali, selain untuk memenuhi pengembangan daerah setempat juga sebagai matadagangan antarpulau, termasuk memenuhi kebutuhan bibit di Sumatera dan Sulawesi.
Secara ekonomis pembenihan kerapu sangat menguntungkan, namun memerlukan keterampilan dan ketekunan dalam pemeliharaan benih ikan yang bernilai ekonomis tinggi itu. (WDY)