Denpasar (Antara Bali) - Museum Neka di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali mampu menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi banyak kalangan, terutama seniman-seniman muda yang kreatif.
"Seniman muda setelah melihat koleksi Museum Neka, mengaku tumbuh inspirasi untuk menciptakan karya-karya yang lebih baik," kata Kadek Suartaya, pengamat seni di Denpasar, Selasa.
Pande Wayan Suteja Neka, pendiri dan pengelola Museum Neka di Ubud, Kabupaten Gianyar itu, senada mengatakan bahwa tidak sedikit semiman muda yang mengaku mendapatkan inspirasi setelah berkunjung ke Museum Neka.
"Mereka mengaku bisa membuat suatu karya seni yang menarik setelah berkunjung ke sini," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, pihaknya kini memiliki koleksi 312 karya seni tertata apik pada tujuh unit gedung, yang mampu mengemban fungsi sebagai pelestarian seni dan budaya bangsa.
Museum itu juga telah menjadi sumber informasi dan wadah pembelajaran berkat konsep bangunannya yang berarsitektur tradisional Bali. Bangunan seluas 2.850 meter persegi itu berdiri di atas lahan 9.150 meter persegi di bagian tebing Sungai Campuhan, Ubud.
Kondisi demikian dalam perkembangannya selama 28 tahun mampu menjadikan pencinta seni lukis Indonesia maupun mancanegara, paling tidak mengenal Museum Neka, museum swasta pertama di Pulau Dewata.
Pande Neka yang merintis usahanya dari nol hingga kini memiliki ratusan koleksi karya seni maupu keris pusaka yang tertata apik, mampu menjadi objek wisata yang cukup menarik.
Sebagian besar wisatawan dalam dan luar negeri dalam liburannya ke Pulau Dewata akan selalu menyempatkan diri berkunjung ke museum, termasuk ke Museum Neka.
Menurut Prof Dr Neil Leiper, guru besar "The School of Tourism and Hospitality Management Southern Cross University Australia, yang sempat melakukan penelitian di sejumlah museum di Bali, termasuk Museum Neka, kondisi itu hampir mirip dengan Eropa, namun berbeda dengan kawasan Asia, karena museum tidak dijadikan objek wisata utama
Penulis buku berjudul "The Neka Art Museum A Study of a Successful Tourist Attraction in Bali" (Kajian mengenai keberhasilan atraksi wisata di Bali) itu menguraikan, museum nasional Singapura maupun museum Peradaban Asia, dikunjungi wisman tidak lebih dari tiga persen dari total wisman ke negara itu.
Namun museum di Bali masing-masing memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Dari 24 museum dan ratusan galeri, termasuk Museum Neka, sangat tergantung dari pariwisata, khususnya kunjungan turis.
Museum Neka setiap tahunnya mendapat kunjungan 10.000 wisman atau setiap bulannya rata-rata 6.000 orang, paling tinggi dibandingkan 23 buah museum lainnya yang ada di Pulau Dewata.
Pande Wayan Suteja Neka dinilai sukses memadukan hobi dan usaha bisnis, sebelumnya banyak belajar mengenai permuseuman ke luar negeri selama tujuh tahun periode 1975-1982 dengan mengunjungi sejumlah museum di Eropa, Belanda, Amerika dan Jepang.
Kunjungan ke sejumlah negara dengan biaya sendiri itu dilakukannya atas saran Rodolf Bonnet, warga negara Belanda, seorang pendiri Museum Lukisan Puri Ratna Warta Ubud, yang kini menjadi cikal bakal perkembangan seni lukis Bali.
Lawatan keliling ke sejumlah negara itu diantar Adrianus Wilhelmus Smith, seorang seniman lukis kelahiran Belanda, yang kini menikmati usia senjanya di perkampungan seniman Ubud.
Dari kunjungan ke sejumlah museum di mancanegara berakhir di Amsterdam, Belanda. Dari hasil kunjungannya itu menjadi modal mendirikan Museum Neka, yang selama 28 tahun ini mengalami perkembangan pesat.
Museum Neka yang bernaung di bawah Yayasan Dharma Seni, awalnya hanya mempunyai 100 koleksi, kini berkembang menjadi 312 koleksi, baik lukisan, patung dan karya seni lainnya, termasuk ratusan koleksi keris pusaka.(*)
Museum Neka Jadi Sumber Informasi dan Inspirasi
Selasa, 3 Agustus 2010 15:31 WIB