Kemampuan dan keahlian pria berpenampilan sederhana itu tidak diragukan lagi, terutama dalam menciptakan karya seni tari dan musik berbasis tradisi budaya Bali.
Bahkan beberapa karyanya cukup monumental, salah satu di antaranya diberi judul Gending Tari "OEK" yang dirancang khusus untuk mengikuti lomba tari modern Espresia `89 di Pekan Raya Jakarta (PRJ) 25 tahun yang silam.
Prof Dr Pande Made Sukerta S. Kar MSI lahir di Desa Tejakuila, Kabupaten Buleleng, Bali utara, 31 Desember 1953. Dia banyak menciptakan karya seni bidang kerawitan yang cukup memasyarakat di tingkat lokal Bali, nasional maupun internasional.
Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah itu juga pernah menciptakan gending "Gura Suara" yang dirancang untuk memeriahkan Pekan Komponis Muda di Taman Ismail Marzuki Jakarta tahun 1981.
Suami dari Prof Dr Nanik Sri Prihatini S Kar MSI itu juga pernah menggarap karya komposisi "Gelas 1189" yang diikutsertakan dalam pentas Kerawitan di Surakarta, menyusul karya kerawitan "Akbar" yang disajikan pada Festival Borobudur.
Karya lainnya yang tidak kalah penting adalah gending tari "Kiblat Papat Lima Pancar" yang pernah disajikan pada Festival Seni Pertunjukan Indonesia di Surabaya tahun 1994, dan karya komposisi "Bon Bali" yang dipersembahkan pada Pekan Komponis IX di Jakarta.
Ayah dari empat putra putri itu hingga kini masih tetap mempunyai semangat yang tinggi dalam menciptakan karya-karya baru, di samping memiliki kepedulian yang tinggi dalam mengajarkan keterampilan yang dimilikinya kepada generasi penerus.
Ayah dari Ni Luh Putu Sukertini, Made Suta Negara, Nyoman Angkus Pramana Suara dan I Ketut Gura Arta Laras itu dalam menghasilkan karya seni itu juga berkolaborasi dengan seniman dari berbagai daerah di Indonesia maupun mancanegara.
Karya seni kolaborasi itu antara lain diberi judul komposisi "Maya" yang diciptakan bersama komposer Indonesia dan Amerika Serikat untuk ditampilkan pada Festival Gamelan Yogyakarta.
Demikian pula karya yang diberi judul "Geprak Bambu" disajikan serangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman, Trawas, Mojokerto, Jawa Timur.
Kiprah internasional
Sosok Pande Made Sukerta, seniman serba bisa dari Pulau Dewata itu juga ambil bagian dalam kegiatan seni di tingkat internasional. Ia menciptakan puluhan karya seni monumental untuk diikutsertakan dalam berbagai kegiatan di mancanegara.
Karya seni itu antara lain diberi judul "Saik 789" yang diikursertakan dalam misi kesenian Indonesia di Amerika Serikat (KIAS) tahun 1989, sementara gending tari "Arjuna Wiwaha" ditampilkan oleh tim kesenian Indonesia dalam lawatan ke London, Inggris, 17 Juli-6 Agustus 1990.
Selain itu, dia juga berperan serta dalam menyukseskan pameran kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS) dengan menciptakan garapan kerawitan yang diberi judul komposisi "Mungkin".
Komposisi "Kendang Sigrak" diciptakannya untuk memperkuat tim kesenian Indonesia pada "Taejon Expo`93 Internasional Buk Festival di Korea Selatan, 31 Juli-10 Agustus 1993.
Karya lainnya adalah mengubah gending "Bima Kroda" yang ditampilkan dalam "Tejakula Japan Tour" ke Tokyo, Jepang tahun 1993 dan komposisi "LES" dalam Festival Umbul-Umbul di Denpasar, Bali.
Pande Made Sukerta yang telah menghasilkan belasan buku yang berkaitan dengan seni dan budaya itu juga sering mendapat kepercayaan untuk tampil sebagai pembicara dalam seminar di tingkat lokal Bali, nasional maupun internasional.
Kepercayaan secara pembicara itu antara lain pada Konferensi dan Festival Internasional Budaya Bali utara dan program penerimaan hibah seni. Ia juga tercatat sebagai penggagas dan pelaksana parade gong kebyar se-Jawa dan seminar gong kebyar di ISI Surakarta.
Selain itu, dia pun juga aktif melakukan penelitian antara lain mengenai Semar Pegulingan Saih Pitu, gending-gending gong gede, gong kebyar, dunia terompong, peta kerawitan di Bali dan penelitian gong kebyar gaya Buleleng. (WRA)
