Jakarta (Antara Bali) - Komisi IV DPR akan memanggil Menteri Kehutanan untuk menjelaskan
kekisruhan yang merebak di Taman Nasional Tesso Nillo Riau maupun
bentuk kerja sama kemitraan dengan WWF serta pendanaannya.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo di Jakarta, Minggu,
mengatakan maraknya perambahan di TNTN Kabupaten Pelalawan, Riau, yang
dikelola Balai TNTN bekerja sama dengan LSM lingkungan dan satwa World
Wildlife Fund for Nature (WWF) menggambarkan buruknya kinerja
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) selama ini.
Menurut dia, sejak tahun lalu, DPR telah mengingatkan Kemenhut untuk menyetop kerja sama dengan WWF namun tidak digubris.
"Saat ini, setelah sebagian besar hutan cagar alam dikuasai perambah,
Menhut baru berteriak. Ini sangat terlambat," kata Firman.
Dia menambahkan semuanya harus transparan, apalagi jika kerja sama
kemitraan itu menggunakan dana APBN sehingga Kemenhut harus
mempertanggungjawabkannya.
Dalam kunjungan ke TNTN, pekan lalu Menhut Zulkifli Hasan menyatakan
kecewa karena sebagian besar lahan cagar alam itu malah disertifikatkan
oleh oknum aparat kepada para perambah.
Padahal Kementerian Kehutanan melalui Balai TNTN sudah bekerja sama
dengan LSM lingkungan WWF untuk menjaga dan mengawasi cagar alam di
Provinsi Riau tersebut.
"Saya rasa WWF tidak berhasil mengawasi dan menjaga TNTN karena dari
80.000 hektare hutan cagar alam, sekitar 50.000 hektare sekarang
dikuasai perambah petani sawit" kata Menhut.
Zulkifli mengakui sangat kecewa karena sebagian besar kawasan TNTN
sudah menjadi perkebunan sawit, kondisi itu ironis mengingat cagar alam
itu merupakan tempat perlindungan satwa langka.
Dia mengemukakan selain oknum aparat, lahan TNTN umumnya dikuasai
oleh para pendatang dari luar Riau yang diduga bekerja sama dengan oknum
aparat desa dan aparat keamanan untuk menerbitkan sertifikat di lahan
yang menjadi kawasan lindung tersebut.
Pada kesempatan itu Firman mengingatkan, sebagai LSM yang merupakan
perpanjangan tangan asing, WWF di Indonesia tidak kebal hukum, meskipun
mereka menggunakan pendanaan asing, DPR mempunyai hak untuk meminta
pertanggungjawaban melalui Kemenhut.
"Setiap organisasi asing yang beroperasi di Indonesia, harus tunduk
kepada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia," katanya.
Menurut dia, dalam pengelolaan kawasan konservasi, sebaiknya
pemerintah pusat dan daerah bergandengan tangan, selain itu, perlu
melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat, perguruan
tinggi, pakar kehutanan, LSM lokal dan swasta.
Firman menambahkan, evaluasi perlu dilakukan terhadap LSM asing
seperti Greenpeace karena keberadaannya tidak berdampak terhadap
perbaikan lingkungan.
Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional melalui perubahan fungsi
dari Hutan Produksi Terbatas seluas 83.068 hektar oleh Kementerian
Kehutanan.
Sebagian besar kawasan TNTN berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Tesso Nilo juga dikenal sebagai habitat bagi beraneka ragam jenis
satwa liar langka, seperti Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus),
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), berbagai jenis Primata, 114
jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis
kumbang. (WDY)
DPR akan Panggil Menhut Terkait Tesso Nillo
Senin, 2 Juni 2014 7:51 WIB