Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Partha mengatakan penggunaan tenaga kerja dengan sistem "outsourcing" tenaga paruh waktu oleh perusahaan besar di Bali merupakan gejala tidak baik.
"Kami mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah provinsi, kabupaten, kota, dan pemangku kepentingan untuk memikirkan kondisi ketenagakerjaan di Bali," katanya di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, walau undang-undang ketenagakerjaan memperbolehkan perusahaan tersebut menggunakan tenaga kerja sistem paruh waktu, tetapi tidak sepenuhnya memberi jaminan kelangsungan kerja mereka.
"Sebenarnya gejala sistem kerja seperti ini harus kita perhatikan bersama, karena bekerja dengan sistem 'outsourcing' selamanya tidak memberikan jaminan kelangsungan bagi pekerja tersebut," kata politisi PDI Perjuangan itu.
Dengan sistem tersebut, kata dia, sebenarnya yang lebih menguntungkan adalah pihak perusahaan. Karena bila tidak diperlukan pekerja itu bisa diberhentikan.
"Contoh inilah yang menjadikan pekerja di Bali tampaknya kini mulai resah," ucapnya.
Ia mengatakan, jika sebelumnya tenaga kerja "outsourcing" lebih kepada segmen pekerjaan tertentu seperti tenaga pengamanan, kini hal itu mulai merambah pada segmen lainnya.
Bahkan, kata dia, dari data yang disampaikan Kabid Perizinan Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi dan Kependudukan Bali Anak Agung Putra, menunjukkan tingkat penggunaan tenaga kerja sistem "outsourcing" di Bali meningkat.
Hampir seluruh perusahaan di Bali menggunakan tenaga paruh waktu ini untuk pekerjaan yang tetap, kata dia.
"Di bank misalnya, tenaga paruh waktu ini sudah merambah ke tenaga administrasi. Di perusahaan lain juga seperti itu. Tenaga paruh waktu ini sudah mulai merambah pada pekerjaan yang sesungguhnya tetap," ucapnya.
Dengan begitu, kata Partha, akan menimbulkan ketidakjelasan perlindungan dan posisi hukum pekerja. Hal itu akan berimbas pada ketidakjelasan juga pada reward (gaji) yang diberikan kepada tenaga kerja "outsourcing" tersebut, karena ketiadaan standar bagi tenaga itu.
"Sistem ini di satu sisi dibutuhkan, tetapi pada praktiknya di Bali sangat tidak manusiawi, karena tak memberikan perlakukan yang baik kepada buruh," ujarnya.
Maka dari itu, kata dia, terjadi banyak pemotongan gaji bagi pekerja tersebut.
Sementara itu, dari data yang disampaikan Anak Agung Putra, memperlihatkan beberapa perusahaan, seperti bank di hampir seluruh Bali, PT Angkasa Pura, PT PLN, PT Telkom dan beberapa perusaaan besar lainnya menggunakan tenaga kerja "outsourcing" yang dilegitimasi oleh undang undang ketenagakerjaan.(*)
DPRD Nilai Sistem Tenaga "Outsourcing" sebagai Gejala tidak Baik
Senin, 19 Juli 2010 15:05 WIB