Bedugul (Antara Bali) - Ahli ekologi Pusat Penelitian Kehutanan Antarbangsa Terence Sunderland menyatakan bahwa keanekaragaman hayati menyumbang sangat banyak manfaat ekonomi bagi manusia.
"Satu miliar orang mengandalkan hasil hutan untuk gizi dan pendapatan," katanya pada hari kedua lokakarya media mengenai laporan tentang keanekaragaman hayati di Kebun Raya Bedugul, di kawasan Candi Kuning, Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu.
Lokakarya yang digagas Pusat Penelitian Kehutanan Antarbangsa (CIFOR) itu diadakan menjelang pertemuan rutin tahunan ATBC (Association for Tropical and Conservation) di Bali pada 19-23 Juli 2010.
ATBC merupakan organisasi profesi terbesar dan tertua di dunia dalam hal biologi dan pelestarian alam tropika.
Organisasi itu telah melakukan pertemuan tahunan rutin sejak tahun 1963, terutama di negara tropis, dan pada tahun 2010 Indonesia menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya dengan penanggung jawab kegiatan LIPI dan Universitas Indonesia.
Menurut Terry --panggilan akrab Terence Sunderland--keanekaragaman hayati juga memberikan manfaat lainnya, di antaranya menyediakan jaring pengaman yang penting bagi jutaan orang.
Selain itu, kata dia, juga bisa diperoleh daging dari satwa liar yang memberikan 30-50 persen dari asupan protein untuk masyarakat perdesaan.
Di samping itu, katanya, sekurangnya 75 persen dari populasi dunia bergantung pada keanekaragaman hayati untuk layanan kesehatan primer.
Ia juga mengatakan bahwa sebanyak 90 miliar dolar AS per tahun bisa diperoleh melalui dalam perdagangan global untuk produk kayu non-hutan.
Menurut dia, produk yang berasal dari sumberdaya genetik dari keanekaragaman hayati diperkirakan senilai 500 miliar dolar per tahun atau sama seperti manfaat yang dihasilkan dari petrokimia.
Dengan mengutip data Program Lingkungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), ia juga mengemukakan bahwa kerugian karena penghancuran keanekaragaman hayati dan ekosistem jumlahnya mencapai 5 triliun dolar AS setiap tahun.
Sementara itu, terkait dengan nilai ekonomi dari hutan, ia mengatakan bahwa hutan mendukung banyak negara berkembang dan mempekerjakan jumlah besar dari rakyat perdesaan
"Dan mengenai mata pencaharian lokal, lebih dari satu miliar orang bergantung pada hutan untuk makanan, bahan bakar, tempat tinggal dan obat-obatan," katanya.
Terry juga secara khusus memaparkan permasalahan hutan di Kalimantan, dengan menjelaskan hutan di kawasan itu meliputi satu persen dari permukaan bumi, berisi lebih dari enam persen dari tanaman, burung dan spesies mamalia.
Ia juga merujuk survei lapangan di Provinsi Kalimantan Timur yang mengidentifikasi lebih dari 2.100 spesies yang berbeda, di mana telahlebih dari 3.600 digunakan, dan 119 tidak punya pengganti yang dikenal.
Di bagian akhir paparannya, ia menyebutkan nilai ekonomi yang diperoleh Indonesia dari sektor kehutanan, di antaranya 8,9 miliar dolar AS dari ekspor sektor produktif di tahun 2006.
Selain itu, juga mengalami kerugian tahunan dari ekstraksi kayu tanpa dokumen (pembalakan liar) sebesar 3 miliar dolar AS, dan mendapat bantuan pembangunan untuk sektor kehutanan 1988-2008 1 miliar dolar AS.
Pada hari kedua lokakarya juga dihadirkan pembicara lain James Clark dari bagian komunikasi CIFOR yang membahas tentang perubahan iklim, sedangkan ahli taksonomi tumbuhan LIPI Dr Teguh Triono, SP, MSc mengulas soal konvensi mengenai keanekaragaman hayati, dan Dr Ir Bayu Adjie memaparkan tentang masalah kebun raya.(*)