Gianyar (Antara Bali) - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengajak masyarakat melakukan aksi nyata dalam melestarikan keberadaan lembu putih yang berada di kawasan pengembangan Taman Keanekaragaman Hayati, Desa Taro Kaja, Gianyar.
"Mari kita berupaya bersama untuk melestarikan satwa ini karena lembu putih telah ditetapkan sebagai sumberdaya genetik/plasma nutfah, termasuk varietas unggul karena mempunyai kemampuan mewariskan sifat," kata Sudikerta di sela-sela gerakan penanaman pohon, di Desa Taro Kaja, Gianyar, Minggu.
Apalagi, tambah dia, lembu putih sering digunakan sebagai sarana upacara yadnya (ritual keagamaan), sehingga seluruh komponen diharapkan dapat bekerja keras untuk mempertahankan keberadaannya di muka bumi untuk menghindari kepunahan.
"Kita akan bantu lah, kasihan yayasan ngurusin sendiri, maka saya sudah sarankan untuk membuat proposal, kita punya Simantri (sistem pertanian terintegrasi), jadi dananya bisa kita bawa ke sana," ujarnya.
Selama ini, lembuh putih telah dikembangbiakkan oleh Yayasan Lembu Putih Sarwada Taro Gianyar.
Di sisi lain, Sudikerta juga mengajak masyarakat untuk melakukan gerakan nyata dalam upaya pelestarian lingkungan di Bali, diawali dengan penanaman pohon baik di lingkungan terdekatnya dahulu seperti pekarangan rumah.
"Kami ingin ubah perilaku manusia yang awalnya menebang pohon menjadi menanam pohon," katanya.
Dia juga mengapresiasi dipilihnya desa Taro Kaja sebagai lokasi gerakan ini mengingat kawasan ini didukung oleh alam yang indah serta bisa dikembangkan sebagai ekowisata dengan lembu putih sebagi brandingnya.
Sudikerta juga berharap gerakan ini bisa diikuti oleh masyarakat terutama para pelaku usaha agar mengalokasikan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) pada kawasan Taman Taro Kaja ini dalam upaya mempercepat pencapaian program Bali Mandara di bidang lingkungan hidup yaitu "Bali Green Province".
Sementara Kepala Badan Lingkungan (BLH) Hidup Provinsi Bali, Gede Suarjana mengatakan keberadaan lembu putih memang sudah langka.
Menurut dia, 70 tahun yang lalu satwa yang hanya terdapat di Desa Taro Kaja ini terdeteksi berjumlah hanya 43 ekor, dan jumlah itu semakin menyusut setiap tahunnya.
"Padahal satwa ini sangat berguna terutama sebagai sarana upacara yadnya, bahkan masyarakat di sini meyakini satwa ini terkait dengan perjalanan dari Rsi Markandya," katanya.
Selain sebagai sarana upacara, satwa ini juga diyakini masyarakat sebagai pembawa keberuntungan.
Suarjana menyampaikan alasan terpilihnya Taro Kaja sebagai lokasi karena dari segi ekologis memiliki keanekaragaman hayati yang lengkap seperti lembu putih, tatanan budaya yang unik serta merupakan kawasan yang sangat indah dan udara yang sejuk.
Gerakan penghijauan dilakukan dengan menanam tanaman upakara, tanaman langka serta 1.000 tanaman bambu. Acara tersebut juga dimeriahkan dengan pelepasan burung pipit, cerucuk Bali dan kupu-kupu sebagai upaya memerangi kepunahan satwa liar. (WDY)