Gianyar (Antara Bali) - Staf ahli Rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa R Yando Zakaria berharap kepada masyarakat Bali sebagai daerah percontohan implementasi undang-undang tersebut.
"Jika Bali tidak bisa mengimplementasikannya, saya pesimistis undang-undang ini bisa diimplementasikan secara nasional," katanya di sela-sela sosialisasi UU Desa di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Kamis.
Ia mengemukakan bahwa jika UU Desa itu tidak bisa diimplementasikan, maka anggaran yang akan digelontor ke desa juga tidak bisa direalisasikan.
"Pelaksanaan UU Desa nantinya akan diikuti dengan tersedianya anggaran yang proporsional ke desa/kelurahan sehingga proses perencanaan masyarakat tidak sia-sia," katanya.
Dalam kesempatan itu, dia mengungkapkan bahwa sampai saat ini telah terjadi 200 kasus konflik adat di Indonesia yang penyebabnya adalah tidak diakuinya desa adat dalam undang-undang.
"Konflik adat terjadi karena keberadaan masyarakat adat tidak diakui undang-undang sehingga salah satu aset adat berupa tanah juga tidak diakui," ujar Yando.
Oleh sebab itu, khusus kepada masyarakat Bali dia meminta tidak memperuncing kedudukan dan fungsi antara desa pakraman (desa adat) dengan desa dinas.
"Keduanya jangan dipahami saling merugikan karena berjalan sesuai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang ada. UU Desa juga mengakui kedua desa tersebut," katanya.
Sementara itu, Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, Jro Gde Suwena P Upadesha, menambahkan bahwa jika UU Desa tidak merugikan desa pakraman, kemungkinan akan berhasil diimplementasikan di Bali.
"Masyarakat Bali tidak ingin desa pakraman hancur dan MUDP akan mengadakan `paruman` (musyawarah) dalam menentukan sikap terhadap UU Desa," ujar ketua lembaga yang membawahi desa-desa adat di Pulau Dewata itu. (M038)