Jenewa (Antara Bali) - Seratus tiga puluh empat
wartawan dan staf pendukung media tewas saat menjalankan tugas tahun lalu, sebagian besar dari mereka ditargetkan dengan sengaja, kata International News Safety Institute (INSI) yang berbasis di London pada Selasa.
Dari jumlah tersebut, 65 meninggal saat meliput konflik bersenjata - terutama di Suriah, di mana 20 wartawan tewas, dan Irak 16, sementara 51 yang lain meninggal dalam melaksanakan peliputan semasa damai menyangkut masalah kejahatan dan korupsi, dan 18 tewas dalam kecelakaan.
Jumlah itu turun dari 152 kematian yang tercatat tahun 2012, namun ada kenaikan dalam serangan, ancaman dan penculikan yang ditujukan pada wartawan yang sebagian besar tidak dilaporkan, menurut studi INSI di bawah tema "Pembunuhan terhadap Penyampai Pesan."
Lembaga yang didanai oleh organisasi-organisasi berita utama dunia termasuk Reuters itu telah menerbitkan laporan sejak tahun 1996.
Tugas utamanya adalah memberikan pelatihan keamanan bagi peliputan wartawan dalam situasi berbahaya.
INSI mengatakan, wartawan lokal adalah korban utama, dengan 123
pewarta yang tewas terbunuh saat meliput berita di negara mereka sendiri. Dari 20 wartawan yang meninggal di Suriah, 16 adalah warga Suriah.
"Seringkali wartawan menjadi sasaran, dan penembakan paling
menjadi penyebab umum kematian," kata INSI.
Laporan itu dikompilasi untuk INSI oleh Cardiff School of Journalism di Wales, dan menunjukkan bahwa 85 dari korban ditembak.
Lainnya tewas dalam ledakan, penusukan dan pemukulan , di bawah
penyiksaan atau pencekikan, atau kecelakaan, menurut INSI.
Setelah Suriah dan Irak, Institute membeberkan negara yang paling
berbahaya bagi wartawan tahun lalu adalah Filipina dengan 14 kematian , India 13 dan Pakistan 9 orang.
Pada tahun 2012, 28 wartawan tewas di Suriah, 18 di Somalia, 12 di Nigeria, 11 di Meksiko dan 11 di Pakistan.
Total wartawan tewas pada 2013 di Filipina, yang dalam beberapa tahun terakhir telah menyaksikan penembakan massal terhadap wartawan maupun pembunuhan secara individu, termasuk lima orang yang kehilangan nyawa mereka saat meliput bencana alam.
Di Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak kepolisian untuk mengusut kasus pembunuhan terhadap jurnalis Harian Bernas Yogya, Fuad Muhammad Sjafruddin, yang dibunuh pada 1996 di Yogyakarta terkait pemberitaan yang ditulisnya.
AJI Indonesia mencatat, sejak 1996 tercatat delapan kasus kematian jurnalis yang tetap gelap tidak terungkap.
Mereka adalah 1. Fuad Muhammad Syafriuddin alias Udin, jurnalis Harian Bernas Yogyakarta, tewas di tangan orang tak dikenal pada Agustus 1996.
2. Naimullah, jurnalis Harian Sinar Pagi, ditemukan tewas di Pantai Penimbungan, Kalimantan Barat tahun 1997.
3. Agus Mulyawan, jurnalis Asia Press tewas tahun 1999 di Timor-Timur.
4. Muhammad Jamaluddin, kameramen TVRI yang bekerja dan hilang di Aceh tahun 2003
5. Ersa Siregar, jurnalis RCTI tewas 29 Desember 2003 di Aceh.
6. Herliyanto, jurnalis Tabloid Delta Pos Sidoarjo yang ditemukan tewas di hutan jati Desa Tarokan, Banyuanyar, Probolinggo, pada 2006
7. Ardiansyah Matra'is Wibisono, jurnalis TV lokal di Merauke yang ditemukan tewas pada 2010 di kawasan Gudang Arang, Sungai Maro, Merauke
8. Alfred Mirulewan, jurnalis Tabloid Pelangi ditemukan tewas 18 Desember 2010 di Kabupaten Maluku Barat Daya. (*/Reuters/DWA)