"Semakin tinggi pohon, maka semakin kencang pula angin menerpanya."
Peribahasa yang sangat terkenal itu seakan menjadi kalimat "penghibur" bagi keluarga besar Partai Golongan Karya di Bali setelah diterpa berbagai persoalan yang mewarnai hirup-pikuk politik menjelang hajatan demokrasi lima tahunan.
Kemenangan I Ketut Sudikerta dalam Pilkada Provinsi Bali pada 15 Mei 2013 mendampingi Gubernur Made Mangku Pastika menjadi penanda kebangkitan kembali partai politik belambang pohon beringin setelah tumbangnya rezim Orde Baru.
Tidaklah berlebihan kalau Pastika--Sudikerta bukan saja dianggap sebagai pemenang, melainkan ksatria sejati.
Selain dikenal sebagai basis dukungan akar rumput Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mencalonkan pasangan Anak Agung Ngurah Puspayoga--Dewa Nyoman Sukrawan, masyarakat Bali masih terkesan paternalistik dalam menentukan sikap politiknya.
Dalam tataran itu, tentu saja kecenderungan memilih tokoh puri (keraton) yang disandang Puspayoga jauh lebih tinggi ketimbang Pastika atau Sudikerta yang dari garis keturunan sudra.
Kenyataannya, Pastika--Sudikerta justru mampu membalikkan keadaan itu. Bahkan Pastika, satu di antara deretan nama Gubernur Bali dari masa ke masa yang bukan dari kalangan berkasta, dua periode pula!
Kemenangan Pastika--Sudikerta atas satu-satunya rival, Puspayoga--Sukrawan, juga mengejutkan karena hanya dengan selisih 996 suara atau setara dengan penduduk satu RW.
Tingkat persebaran perolehan suara Puspayoga--Sukrawan yang menang di lima dari sembilan kabupaten/kota di Bali tak cukup ampuh melawan angka keramat 996 sebagai fakta matematis.
Masyarakat Bali pun, termasuk PDIP menerima kekalahan Puspayoga--Sukrawan, meskipun sempat diwarnai riak-riak kecil sebagai ekspresi atas kekecewaan sebagian pendukung.
Pastika--Sudikerta bagaikan pinang di belah dua. Setidaknya sampai detik ini keduanya masih dianggap sebagai pasangan ideal dalam memimpin Bali untuk lima tahun ke depan.
Pastika selain kenyang pengalaman di lapangan sebagai polisi, juga birokrat yang cerdas karena program-program kerjanya selama lima tahun pertama bersama Puspayoga menyentuh hati masyarakat pulau yang kaya akan budaya itu.
Catatan positif pada pria asal Kabupaten Buleleng itu membuat Partai Demokrat "kepincut" meminangnya setelah "disia-siakan" oleh PDIP pada "injury time" menjelang pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali periode 2013-2018.
Pilihan Pastika terhadap Sudikerta sebagai pendamping juga tentu saja bukan tanpa alasan. Selain delapan tahun terakhir tanpa cela mendampingi Bupati Badung Anak Agung Gde Agung, Sudikerta juga belum punya cacat selama memimpin DPD Partai Golkar Provinsi Bali.
Sudikerta dinilai sebagai tokoh yang loyal terhadap atasan, sampai-sampai Bupati Gde Agung belum bisa memutuskan sosok yang dinilai mampu menggantikan Wakil Bupati Badung untuk dua tahun sisa masa jabatan. Hingga empat bulan berjalan, kursi wabup di kabupaten terkaya di Bali itu masih lowong.
Tak kalah menariknya lagi, Sudikerta juga royal terhadap bawahan, termasuk para kader parpol dengan warna kebesaran kuning itu.
Kado Istimewa
Di tengah besarnya ekspektasi Partai Golkar terhadap Sudikerta, tiba-tiba datanglah angin kencang yang jika tidak diantisipasi sejak dini bakal menjadi badai.
Bupati Karangasem yang juga Ketua DPD Partai Golkar setempat, I Wayan Geredeg, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pipanisasi air bersih senilai Rp29,4 miliar.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi pipanisasi di Kabupaten Karangasem itu sejak lama dilakukan oleh Kepolisian Daerah Bali.
Bahkan sudah berkali-kali pula Geredeg menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Mapolda Bali di Denpasar. Namun baru 21 November 2013 ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka itu menjadi kado istimewa bagi Inspektur Jenderal Albertus Julius Mokalu yang secara resmi menjadi Kepala Polda Bali per 16 September 2013 untuk menggantikan Irjen Arief Wachyunadi.
Sayangnya, kado istimewa itu bagaikan pil pahit bagi pohon beringin yang sedang berancang-ancang merebut dominasi kekuasaan sang banteng di Pulau Seribu Pura itu.
Terpaan angin pada pohon beringin makin kencang saja, manakala dua kadernya yang duduk di DPRD Kabupaten Bangli terjaring razia narkoba yang digelar Badan Narkotika Nasional (BNN).
I Gede Koyan Eka Putra (Ketua FPG DPRD Bangli) dan I Made Santika (Ketua Komisi I DPRD Bangli dari FPG) yang terjaring razia narkoba di tempat hiburan malam di Jakarta, Sabtu (23/11) dini hari lalu, seakan mencoreng wajah parpol yang sedang getol-getolnya meraih simpati masyarakat.
Memang Sekretaris DPD Partai Golkar Provinsi Bali, Komang Purnama, mendapat kepastian bahwa hasil tes laboratorium atas sampel urine kedua kadernya itu negatif dari pengaruh narkoba, namun tetap saja kelakuannya disayangkan dan dinilai kontraprduktif dengan perjuangan partai.
Pengaruh atau tidaknya catatan negatif ketiga kader Golkar di Bali terhadap perolehan suara pemilu, memang masih harus menunggu satu tahun lagi.
Namun kader dan para caleg masih tetap optimistis bisa memenangi Pemilu 2014. "Kami yakin DPD mampu mengembalikan kejayaan Golkar seperti era Orde Baru dulu," kata Anak Agung Sagung Ani Asmoro dari Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Bali.
Keyakinan dan optimisme caleg dan kader di Bali itu belum sepenuhnya menjamin kepercayaan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Konglomerat yang akrab disapa Ical itu telah mengandendakan kedatangannya di Bali pada 6-7 Desember 2013.
Kedatangan Ical memang tidak serta-merta terkait kasus hukum yang melilit ketiga kadernya itu yang bisa saja memupuskan harapannya meraih simpati sebesar-besarnya dari masyarakat Bali. Apalagi Ical tengah berjuang keras untuk menjadi calon presiden pilihan rakyat.
Namun setidaknya, kedatangan Ical nanti untuk melihat dengan jelas, apakah pohon beringin yang baru kembali rimbun di Pulau Surga itu benar-benar memiliki akar yang kuat sehingga tidak mudah tumbang, sekalipun diterpa badai. (*)