Denpasar (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali membuka peluang agar lebih banyak lagi disabilitas yang terlibat di tugas-tugas kepemiluan.
Hal ini disampaikan Komisioner KPU Bali I Gede John Darmawan di Denpasar, Minggu, merespons usulan penyandang disabilitas dalam diskusi mereka agar lebih banyak rekrutmen petugas dari kelompok disabilitas.
Gede John menyampaikan untuk pemilu selanjutnya peluang dibuka tidak hanya untuk posisi badan adhoc, namun memungkinkan mereka sebagai bagian dari kelompok kerja (pokja) KPU sehingga lebih banyak penyandang yang terlibat.
“Ada banyak posisi tidak hanya adhoc, kalau dulu ada program relawan demokrasi yang melibatkan disabilitas tapi tidak ada lagi, jadi kami rencana memasukkan mereka di pokja, ini akan saya bawa ke pleno,” kata dia.
Komisioner KPU Bali bidang partisipasi masyarakat dan sumber daya manusia itu menjelaskan dengan posisi baru tersebut maka memungkinkan penyandang disabilitas tak terbatas jenisnya untuk ikut melakukan sosialisasi serta pemantauan aksesibilitas selama proses pemungutan dan penghitungan suara.
Dalam diskusi mereka, sejumlah disabilitas juga mengeluhkan akses yang sulit di TPS, seperti kurangnya akses bagi pengguna kursi roda, lokasi kotak suara yang terlalu tinggi, hingga pendamping saat pencoblosan yang diragukan para penyandang, sehingga menempatkan mereka di pokja akan membantu KPU memenuhi kekurangan sebelumnya.
Dengan keterlibatan ini juga KPU Bali meyakini tingkat partisipasi pemilih dari kalangan disabilitas akan meningkat, sebab jumlahnya sendiri hingga saat ini menyentuh 18 ribu orang sementara angka itu belum bisa dicapai pada Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
Selain menjadi tim pokja KPU Bali, Gede John mengatakan sebenarnya selama ini mereka sangat terbuka dengan penyandang disabilitas yang ingin bergabung, sebab semua proses pengisian tugas adhoc kepemiluan dilakukan terbuka.
Di sejumlah lokasi juga sudah ada disabilitas fisik yang menjadi PPK, PPS, hingga KPPS, namun jumlahnya memang sangat sedikit dan tidak ada disabilitas tuna netra dan tuna rungu.
“Kalau proses penghitungan suara itu butuh mata dan pendengaran baik, tapi kalau teknis bisa disabilitas fisik bisa pengguna kursi roda, tapi memang kalau tuna netra tanpa bermaksud mengecilkan mereka kita main angka dan suara jadi agak susah,” ujar Gede John.
Untuk itu dalam kesempatan diskusi ini KPU Bali melihat ada peluang lain untuk lebih banyak menggandeng disabilitas pada Pemilu 2029 mendatang.
Dalam kesempatan diskusi dengan sekitar 30 penyandang disabilitas di Denpasar itu, KPU Bali juga memberi sosialisasi terkait kepemiluan sebagai bentuk pemberian akses informasi yang setara bagi seluruh masyarakat.
Dalam pemaparannya, Gede John menjelaskan beberapa perkembangan terbaru dalam kepemiluan, termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan jadwal antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah.
“Pemilu 2029 hanya akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, serta DPD, sedangkan pemilihan DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Kepala Daerah akan dilaksanakan tahun 2031,” kata dia.
