Denpasar (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kucuran kredit perbankan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara menembus Rp236,53 triliun per Mei 2025 atau tumbuh 7,74 persen dibandingkan periode sama 2024 yang mencapai sekitar Rp218 triliun.
"Industri jasa keuangan tetap memiliki daya tahan dan terjaga stabil di tengah melemahnya ekonomi global," kata Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Bali, Jumat.
Selaku koordinator di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, ia mencatat berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 58,29 persen kredit di tiga provinsi itu disalurkan untuk kredit produktif yakni 33,23 persen kredit modal kerja dan 25,06 persen dalam bentuk investasi.
Khusus untuk wilayah Bali, tumbuhnya sektor pariwisata mendorong kinerja kredit kepada pelaku usaha.
Peningkatan nominal kredit di Pulau Dewata utamanya disumbangkan oleh sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum yang bertambah sebesar Rp2,1 triliun atau tumbuh 18,12 persen secara tahunan.
Berdasarkan kategori debitur, sebesar 42,21 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan pertumbuhan sebesar 1,57 persen.
"Tingginya porsi penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan keberpihakan bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah," katanya.
Seiring dengan pertumbuhan penyaluran kredit, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan di Bali, NTB dan NTT juga mengalami pertumbuhan positif.
Regulator jasa keuangan itu mencatat DPK posisi Mei 2025 mencapai Rp283,67 triliun atau tumbuh 7,70 persen secara tahunan.
Peningkatan DPK itu ditopang oleh kenaikan nominal tabungan sebesar Rp11,62 triliun dan deposito sebesar Rp6,2 triliun.
Ia mengatakan jika mencermati realisasi kredit dan DPK yang dikumpulkan perbankan, OJK menilai fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) per Mei 2025 mencapai 83,38 persen, tumbuh dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 83,35 persen.
Sementara itu, kualitas kredit perbankan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara tetap terjaga di bawah ambang batas lima persen dengan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) sebesar 3,20 persen atau lebih tinggi dibandingkan posisi April 2025 yang sebesar 3,19 persen.
"Ke depan, perbankan tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi, serta potensi peningkatan risiko kredit akibat sentimen negatif yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri," katanya.
