Denpasar (ANTARA) - Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menilai inflasi Bali pada Januari 2025 (yoy) sebesar 2,41 persen atau lebih tinggi dari angka nasional tergolong moderat karena masih dalam rentang 2,5 persen.
“Meskipun angka inflasi Bali lebih tinggi dibandingkan nasional, yakni 2,41 persen (yoy) dibanding nasional 0,76 persen (yoy), namun secara umum masih tergolong moderat dalam rentang 2,5 persen,” kata dia dalam keterangan di Denpasar, Selasa.
Dalam High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali itu Sang Made justru menekankan agar inflasi terjaga sesuai target seperti saat ini.
“Target kita berada pada rentang 2,5 persen ± 1 persen, jadi harus dijaga agar tidak melebihi batas tersebut, inilah gunanya kita (TPID Provinsi Bali) duduk bersama,” ujarnya.
Menurut orang nomor satu di Pemprov Bali itu, inflasi Januari 2025 sebesar 2,41 persen masih lebih rendah dibanding Januari 2024 sebesar 2,61 persen yang menunjukkan aktivitas ekonomi yang sehat serta daya beli masyarakat yang tetap baik.
Adapun penyebab inflasi diantaranya gangguan cuaca ekstrem yang menghambat produksi dan distribusi pangan, kenaikan harga BBM, kebijakan distribusi gas elpiji 3 kg, meningkatnya harga Crude Palm Oil (CPO) dan emas global yang berdampak pada kenaikan harga minyak goreng dan perhiasan, serta perkiraan meningkatnya permintaan canang sari dan sembako pada Februari–Maret.
Meski masih di batas wajar, faktor-faktor ini menurutnya perlu diperhatikan, sebab dapat berpengaruh pada daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi Bali.
Di tengah inflasi, Sang Made menambahkan kabar baik bahwa pertumbuhan ekonomi Bali pada 2024 mencapai 5,48 persen atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 5,03 persen.
Oleh karena itu, ia meminta TPID Bali terus mendorong pertumbuhan ekonomi Bali agar tetap positif di atas 5 persen.
“Hal ini akan mendukung daya beli masyarakat di tengah tantangan inflasi,” ucapnya.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja menambahkan bahwa meskipun inflasi Januari 2025 masih dalam rentang batas namun harus tetap diwaspadai ke depannya.
Ia mencatat inflasi terbesar di Bali disumbangkan oleh sektor makanan, minuman, dan tembakau yang mencapai 8,36 persen.
“Beberapa komoditas hortikultura juga mengalami inflasi, tetapi fokus kita tetap pada stabilitas sektor makanan dan minuman,” kata dia.
Dari sisi global tahun ini ia melihat faktor yang perlu diwaspadai adalah perang dagang dan krisis energi, sementara di tingkat nasional tantangan utama dalam waktu dekat adalah hari besar keagamaan dan libur panjang.
“Di sisi lain, Bali juga menghadapi tantangan internal, seperti berkurangnya luas lahan sawah yang menyebabkan penurunan produksi pangan, oleh karena itu sektor pertanian dan perikanan harus diperkuat demi mewujudkan ketahanan pangan,” ujar Erwin.
Dalam HLM TPID Bali sendiri akhirnya disepakati tiga langkah strategis untuk menjaga inflasi tetap terjaga, yaitu pertama menjaga inflasi 2025 pada kisaran 2,5 persen ± 1 persen guna mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Selanjutnya menjaga inflasi komponen Volatile Food (VF) pada kisaran 3,5–5,0 persen, dan memperkuat koordinasi pusat dan daerah dengan menetapkan Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2025–2027.