Denpasar (Antara Bali) - Korban penyalahgunaan napza di Bali selama tahun 2009 sebanyak 1.815 orang yang memerlukan perhatian dan penanganan secara tuntas agar tidak membahayakan kelangsungan hidupnya maupun orang lain.
"Korban terbanyak terdapat di kota Denpasar 1.012 orang, menyusul Badung 352 orang, Gianyar 219 orang, dan Buleleng 149 orang," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali, Drs Anak Agung Gde Anom pada Pemantapan Peran Pekerja sosial dan Manajemen Kasus Dalam Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Nafza tingkat Nasional di Kuta, Senin (1/3) malam.
Ia mengatakan, Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia, disadari atau tidak menimbulkan berbagai interaksi, baik yang positif untuk pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat, maupun dampak negatif, terutama meningkatnya peredaran gelap dan penyalahgunaan napZa.
Korban penyalahgunaan napza di Bali cukup banyak itu, pada sisi lain belum memiliki panti yang memberikan pelayanan untuk rehabilitasi korban penyalahgunaan benda haram yang sangat membahayakan kesehatan itu.
Demikian pula, organisasi sosial dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menangani korban napza belum begitu banyak, sehingga sangat diharapkan peran masyarakat dan dukungan semua pihak dalam mengatasi masalah tersebut secara tuntas.
Agung Anom menjelaskan, masalah akibat keterbatasan panti rehabilitasi menyebabkan korban napza di Bali dilakukan di luar panti. Kondisi itu memerlukan dukungan pekerja sosial dan instansi terkait untuk lebih pro-aktif bersama-sama melakukan penanganan korban, terutama mencegah bertambahnya penyalahgunaan napza.
Pekerja sosial fungsional adalah profesi yang ditujukan untuk membantu orang, baik individu maupun berkelompok untuk meningkatkan kemampuan mencapai keberfungsian sosial, termasuk membantu menyadarkan keluarga dan masyarakat ikut mencegah terjadinya penyalahgunaan napza.
Di Bali fungsional pekerja sosial mulai terjalin kerjasama yang baik dalam menangani masalah sosial, yang berfungsi sebaga pelaksana teknis fungsional menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial.
Hal itu dilakukan mulai dari pendekatan awal, pengungkapan, pemahaman masalah, pelaksanaan peemcahan masalah, evaluasi dan rujukan hingga pembinaan lebih lanjut.
Oleh sebab itu perlu adanya komitmen bersama dan meningkatkan kinerja dengan harapan ada keharmonisan antara pejabat struktural dengan pejabat fungsional pekerja sosial dalam menangani penyandang masalah kesejahteraan sosial, harap Agung Anom.(*)
1.815 Orang di Bali jadi Korban Napza
Selasa, 2 Maret 2010 7:41 WIB