Denpasar (ANTARA) - DPRD Bali berencana memanggil investor dan pihak yang terkait dengan kasus sengketa lahan di wilayah Desa Adat Jimbaran, Badung.
“Apapun yang jadi aspirasi dilengkapi dokumen resmi kami akan kaji, dan segera memanggil investor dan badan pertanahan, kami segerakan itu apalagi ini masuk proses pengadilan,” kata Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama.
Komisi I DPRD Bali di Denpasar, Senin, ini menerima seratusan warga Desa Adat Jimbaran yang mengadukan dugaan melanggar hukum dengan menguasai lahan seluas 280 hektare oleh investor.
Pada pertemuan ini Budiutama mendengarkan asal usul lahan tersebut dan menerima dokumen pendukung dari warga yang mengadu untuk selanjutnya dipelajari.
Baca juga: Menteri AHY berantas 87 kasus mafia tanah pada 2024
“Jelas kami kaji dulu dokumen-dokumennya, siapa yang dipanggil nanti kelihatan hasil kajiannya tapi yang jelas ini masalah pertanahan, tadi disampaikan luasnya 280 hektar perlu dikonfirmasi, kewenangan Badan Pertanahan Bali,” ujarnya.
Bendesa Adat Jimbaran Anak Agung Rai Made Dirga menuturkan bahwa dahulu tanah di Jimbaran adalah milik kerajaan yang dikuasai Kerajaan Mengwi sejak abad ke-15 dan diberikan kepada masyarakat untuk menggarap.
Terdapat sebuah pura bernama Pura Ulun Swi yang pada tahun 1986 dicatat perkiraan luasannya 25 hektare yang melintasi beberapa desa.
Masyarakat Desa Adat Jimbaran aktif memanfaatkan lahan tersebut, bahkan masih setia memberi upeti kepada kerajaan, hingga akhirnya investor PT Citra Selaras memberikan Rp35 juta untuk memiliki sertifikat HGB kepada Bendesa Adat Jimbaran tahun 1994 alm Jro Mangku Wayan Tembong.
Seiring berjalannya waktu masyarakat mulai sadar bahwa jika dihitung dengan nilai saat itu, maka uang yang dibayar investor hanya senilai 5 are tanah, bahkan lebih jauh ketika dicari tahu luasan lahan yang dikuasai mencapai 280 hektar.
Investor saat itu bahkan mengalihkan sertifikat HGB ke investor PT Jimbaran Hijau dan mendapat surat keputusan presiden, menteri, dan gubernur untuk memanfaatkan lahan untuk sarana prasarana multilateral tahun 2013, namun hingga saat ini justru terbengkalai.
Baca juga: Bupati Buleleng komitmen fasilitasi penataan lahan di Gerokgak
Agung Rai mengatakan selama ini desa adat sudah meminta investor PT Jimbaran Hijau dan PT Citra Selaras data dan peta bidang dasar penguasaan lahan tetapi tak pernah dipenuhi, sehingga mereka memutuskan membawa ke jalur hukum dan memohon bantuan DPRD Bali.
“Kami sangat sedih kami pernah memohon Jimbaran Hijau untuk memberi data dan peta bidang dasar penguasaan itu tidak pernah digubris, sebagai desa adat kecewa ternyata sudah terjadi perubahan dengan konsesi lebih panjang, padahal menurut pengacara mereka hanya 25 tahun,” ujarnya.
Berbekal dokumen waris warga penggarap sebagai tanda bukti, hari ini juga mereka melakukan sidang pertama yang diajukan di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pembacaan gugatan.