Denpasar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mewaspadai potensi risiko inflasi pada awal tahun karena didorong peningkatan permintaan menjelang libur panjang pada akhir Januari 2025.
“Kami terus memperkuat sinergi dan inovasi bersama seluruh kabupaten/kota dalam pengendalian inflasi berkesinambungan,” kata Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Erwin Soeriadimadja di Denpasar, Bali, Jumat.
Selain karena faktor permintaan, risiko inflasi juga diperkirakan berlanjutnya kenaikan harga komoditas hortikultura karena musim panen yang berakhir dan pengaruh cuaca.
Di sisi lain, berlanjutnya kenaikan harga emas perhiasan sejalan dengan tren harga global dan kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) yang berpotensi mempengaruhi harga minyak goreng, juga perlu dicermati karena berisiko mendorong inflasi mendatang.
Baca juga: BI nilai Bali bisa dapat dana publik melalui obligasi daerah
Meski begitu, beberapa faktor diprakirakan dapat memperlambat peningkatan inflasi di antaranya perluasan areal tanam padi di Bali, penguatan pasokan beras, hingga kebijakan diskon tarif listrik.
Cara lain pengendalian inflasi, lanjut dia, melalui upaya 4K yakni keterjangkauan harga misalnya melalui pasar murah, kemudian ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif mengantisipasi risiko peningkatan inflasi.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, inflasi pada Desember 2024 sebesar 0,31 persen atau lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 0,50 persen.
BPS Bali mencatat inflasi Desember 2024 bersumber dari kenaikan harga bawang merah, cabai merah, cabai rawit, tomat, dan sawi hijau.
Kenaikan harga komoditas hortikultura dan sayuran itu disebabkan oleh berakhirnya periode panen disertai faktor cuaca yang menghambat produksi.
Baca juga: BI petakan dua sektor pertanian di Bali yang butuh pembiayaan
Di sisi lain, laju inflasi dapat tertahan akibat penurunan penurunan harga tiket pesawat pada periode Natal dan Tahun Baru sebesar 10 persen, harga daging babi, daging ayam ras, kangkung, dan beras.
Sementara itu, inflasi selama 2024 di Pulau Dewata mencapai 2,34 persen yang dikontribusikan oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, dengan realisasi inflasi lebih rendah dibandingkan pada 2023 yang mencapai 2,77 persen.
BI memproyeksi inflasi di Bali pada 2025 akan tetap terjaga dalam rentang kisaran target nasional yakni 1,5 hingga 3,5 persen.